Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Leaducator Kawal Keberagaman dan Kearifan Lokal dalam Organisasi

Kompas.com - 12/10/2021, 09:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMPAS.com - Kalau bicara situasi sekarang, pertemuan antar budaya, bahasa, dan pengalaman menjadi tak terhindarkan, terlebih di tempat berkarya. Kita sering menemukan orang-orang yang beragam: ada yang dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Papua, Sulawesi, dan daerah-daerah lainnya.

Bahkan kita juga menemukan adanya orang-orang dari negara lain. Pertemuan ini menjadi ladang pembelajaran yang sangat baik bagi siapapun yang berada di dalam lingkungan tersebut.

Mereka menjadi punya kesadaran dan empati kultural bahwa setiap budaya punya ciri khasnya masing-masing.

Apabila kita melihat dari perspektif leaducation, pengamalan kearifan lokal menjadi peluang besar untuk ditumbuhkan dalam budaya organisasi.

Banyak kekayaan budaya yang bisa digali, dipahami, bahkan diterapkan ke dalam praktek kepemimpinan sehari-hari. Kebudayaan bisa menjadi kekuatan pendorong yang besar untuk melakukan kerja-kerja kreatif.

Ada banyak sudut pandang yang bisa diterapkan dalam berbagai pekerjaan.

Merangkul keragaman

Keragaman telah menjadi hal yang umum disini. Mudahnya kita temui keragaman adalah konsekuensi dari konektivitas yang disebabkan oleh teknologi. Konektivitas ini menyebabkan aliran nilai, norma, dan budaya lain masuk ke dalam diri kita.

Sehingga, kita pun jadi paham bahwa ada banyak kehidupan di tempat lain yang kita tak tahu dan nilai baru yang mungkin bertentangan dengan prinsip tetapi sebenarnya punya nilai yang baik.

Bicara soal itu, banyak perusahaan dan organisasi yang telah menyambut keragaman dengan sangat baik dan menjadikannya aspek yang harus dipenuhi.

Dalam survei Randstad sebuah firma HR global tahun 2021, perusahaan di wilayah Amerika dan Asia Pasifik menganggap keragaman dalam lingkungan kerja sangat penting bahkan paling tinggi dibandingkan aspek lainnya (Amerika sebesar 41 persen dan Asia Pasifik sebesar 40 persen).

Baca juga: Vulnerability dan Simbol Kekuatan Leaducator

 

Mereka sadar bahwa keragaman bisa menjadi aset bagi organisasi untuk menumbuhkan budaya belajar dan memperkaya pengalaman.

Jika kita mempersempit ruang lingkup pengamatan, berdasarkan riset dari McKinsey 2020, kesadaran akan keragaman terus meningkat. Mereka menggunakan studi kasus di Britania Raya dan Amerika Serikat dimana keragaman di tim kepemimpinan selama beberapa tahun terakhir meningkat.

Di tahun 2014, representasi etnis di kedua negara itu awalnya hanya 4 persen. Tiga tahun kemudian, yaitu di tahun 2017 menjadi 12 persen. Di tahun 2019 menjadi 13 persen.

Meski kenaikannya terbilang sedikit, tetapi kesadaran ini perlu jadi perhatian kita semua bahwa keragaman merupakan isu yang penting. Keragaman menunjukkan semangat inklusif di dalam tubuh organisasi.

Ada sebuah riset yang menunjukkan dampak positif inklusif terhadap budaya kerja.

Cloverpop, salah satu perusahaan pengembang platform pengambilan keputusan online menemukan tiga hal penting soal dampak inklusif: 87 persen tim membuat keputusan yang lebih baik, dua kali lebih cepat mengambil keputusan pada saat rapat, dan keputusan yang dilaksanakan oleh tim yang beragam 60 persen membawa hasil yang baik.

Hasil ini menjadi justifikasi bahwa tim yang inklusif dengan orang-orang yang beragam memiliki manfaat yang besar bagi keseluruhan organisasi.

Keragaman ini selaras dengan semangat leaducation yang menenkankan pada budaya kerja yang inklusif. Konsep leaducation memperhatikan bagaimana keragaman menjadi faktor penting bagi kemajuan organisasi.

Menurut Martin (2014), keragaman budaya punya empat dampak positif: anggota bisa menganalisis permasalahan dari banyak sudut pandang, semakin mudah mengatasi culture shock, menjadi informan budaya bagi organisasi, dan mempermudah transisi organisasi, khususnya menuju online.

Namun, bagaimana dengan Indonesia sendiri? Menurut riset terbaru dari 3M Asia 2021, hanya 30 persen pemimpin bisnis yang menempatkan kebudayaan dan 34% menempatkan keragaman sebagai prioritas utama.

Apakah ini cukup memprihatinkan itu masalah subjektivitas, tetapi kalau kita lihat dari sisi pengembangan budaya kerja misalnya, ini bisa menjadi peluang untuk meningkatkan kesadaran bahwa keragaman itu patut untuk diberi ruang yang sebesar-besarnya.

Baca juga: Leaducation dan Budaya Inovasi

 

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau