Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Leaducator Kawal Keberagaman dan Kearifan Lokal dalam Organisasi

Kompas.com - 12/10/2021, 09:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Mereka ingin agar komunikasinya lebih terbuka. Khususnya milenial, Hall & Austin (2016) mengatakan bahwa generasi ini menginginkan adanya "komunikasi yang sehat" dan "komunikasi hubungan terbuka yang bijaksana" serta "kemampuan untuk berbicara" dengan pemimpin tentang masalah atau masalah terkait pekerjaan.

Baca juga: Leaducation, Implementasi dan Tantangan ke Depan

 

Sedangkan cara komunikasi gen-Z menurut Gaidhani, et.al. (2019), gen Z memiliki cara berkomunikasi yang informal, individual dan sangat lurus dan media sosial adalah bagian penting dari kehidupan mereka.

Mengingat kedua generasi ini punya karakteristik yang unik, maka perlu diberikan ruang bagi mereka untuk berbagi cerita. Kedua generasi ini menurut pengamatan penulis suka berbagi cerita dan mendengarkan kisah orang-orang.

Ruang inklusif ini bisa menjadi cara untuk merekatkan hubungan di antara sesama anggota. Bonding dalam organisasi sangat penting untuk meningkatkan performa dan kenyamanan mereka bekerja.

Selain itu, laeducator perlu sekali untuk menerapkan kepemimpinan berbasis kearifan lokal. Misalnya di Jawa, ada falsafah Astabrata yang bisa diterapkan.

Di masyarakat Dayak, ada filosofi Huma Betang yang artinya mengedepankan muswarah mufakat, kesetaraan, kejujuran, dan kesetiaan. Dengan demikian, kita bisa menciptakan sebuah laboratorium budaya di lingkungan tempat kita berkarya.

Di samping menjadi laborarium budaya, kearifan lokal bisa memperkuat iklim inovasi. Misalnya, kota Denpasar menggunakan pendekatan kearifan lokal dalam pembuatan kebijakan publiknya.

Menurut Savira & Tasrin (2017), Kota Denpasar mengadopsi prinsip Sewaka Dharma dan filosofi kepemimpinan Asta Brata untuk membuat kebijakan bagi masyarakatnya.

Dengan dua nilai itu, pemerintah kota Denpasar menciptakan tata kelola yang keberlanjutan, inklusif, dan kontekstual.

Pengadopsian nilai kearifan lokal juga bisa diterapkan oleh banyak organisasi, terlebih bagi mereka yang beroperasi di daerah-daerah bahkan dalam manajemen bencana sekalipun.

Bevaola & Quamrul (2012) berpendapat bahwa kesuksesan implementasi manajemen bencana membutuhkan adaptabilitas tinggi terhadap kearifan lokal suatu daerah. Dengan kata lain, aspek budaya, nilai, dan norma suatu daerah menjadi penting.

Melihat dari aspek keragaman juga, banyaknya orang-orang dari berbagai budaya dapat menciptakan sebuah iklim kolaborasi yang unik.

Penelitian dari Hewlett, et.al. (2013) yang dimuat di Harvard Business Review mengungkapkan, sebanyak 45 persen perusahaan yang menerapkan keragaman bertumbuh pangsa pasar mereka.

Baca juga: Perkenalkan, “Leaducation”, Konsep Kepemimpinan Jitu Masa Kini

 

Lalu, 70 persen lebih mengungkapkan bahwa perusahaannya menangkap pangsa pasar baru. Hasil riset mereka lainnya adalah bahwa anggota yang berada di budaya “speak-up” akan berkontribusi terhadap inovasi 3,5 kali lebih besar dari sebelumnya.

Dari riset ini, keragaman adalah suatu kekuatan yang dapat menciptakan keuntungan jangka panjang.

Riset-riset di atas menunjukkan bahwa penting sekali memperkuat kehadiran kearifan lokal, menghadirkan keragaman di dalam lingkungan kerja. Ada banyak sekali keindahan serta manfaat yang tercipta jika kita menciptakan budaya kerja yang beragam.

Apalagi di Indonesia, kearifan lokal masih belum banyak tergali. Lingkungan kerja menjadi kesempatan yang baik untuk menggali nilai filosofis dan praktis dari kearifan lokal para anggota dan pemimpin.

Alhasil, kedua belah pihak dapat pengalaman dan pengetahuan yang bernilai tinggi.

Konsep leaducation perlu diterapkan untuk menciptakan kultur seperti ini. Leaducator di Indonesia perlu menyadari potensi besar dari kearifan lokal di dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat.

Peninggalan sejarah nenek moyang harus dilestarikan. Bahkan, melihat kondisi sekarang, penulis menyadari bahwa semakin penting untuk kembali mendalami kearifan lokal agar tidak terlalu mengikuti arus masyarakat saat ini.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com