Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahasiswa Studi Ilmu Lingkungan Didorong Kuliah Lintas Negara

Kompas.com - 10/12/2021, 15:37 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

“Saya tertarik pada pembelajaran hibrida yang Johns Hopkins University tawarkan di program pengembangan hubungan internasional mengingat perubahan iklim merupakan salah satu isu penting dan sedang banyak dibicarakan saat ini baik di kancah global,” tutur Popy.

Riset mahasiswa Indonesia di luar negeri terkait isu lingkungan

Onny N. Maryana, salah satu Penerima Beasiswa LPDP berkesempatan memaparkan risetnya mengenai Environmental DNA (eDNA), salah satu topik yang sedang banyak dibicarakan saat ini.

Untuk melakukan riset ini, tuturnya, ia menggunakan DNA metabarcoding. Konsep dasar dari pendekatan ini adalah peneliti mengumpulkan semua sampel yang berasal dari lingkungan yang terdiri dari beragam organisme.

Baca juga: Daftar Beasiswa Penuh S1 Luar Negeri 2022, Deadline Desember-Januari

“Kita ekstrak material genetiknya, kita amplifikasi, lalu kita sequence untuk mendapatkan basa nitrogen, lalu kita visualisasikan hingga kita bisa mendapatkan gambaran keanekaragaman hayatinya,” tambah Onny.

Onny, kandidat doktor dari UCL, memaparkan bahwa eDNA dapat digunakan untuk mengetahui keanekaragaman hayati di laut hanya dengan mengumpulkan 1 liter air. Bahkan, metode ini bisa dipakai untuk melihat ekosistem purba.

“Alasan saya mengambil topik ini adalah karena Indonesia terkenal dengan keanekaragaman hayati lautnya, sedangkan metode yang ada sekarang sangat terbatas,” tambah Onny. Maka, dirinya merasa perlu ada satu metode yang lebih relevan untuk dapat menggali kekayaan yang melimpah ini.

Onny yang pernah menempuh pendidikan magister di University of California ini mengatakan jika ia sudah lebih dulu menjalin jejaring dengan pembimbingnya.

“Sangat penting sekali untuk membangun komunikasi yang baik dengan calon pembimbing di universitas yang akan dituju,” tegasnya.

Di sisi lain, Mohammad Habib Abiyan D., kandidat doktor yang saat ini tengah menyelesaikan studinya di General International Relations, Johns Hopkins University, mempresentasikan risetnya terkait dengan isu lingkungan, yakni kenaikan permukaan air laut.

Menurut Habib, Indonesia merupakan salah satu negara yang paling rentan terhadap fenomena kenaikan permukaan air laut.

“Pertama, secara geografis, Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang. Kedua, dari segi sosial ekonomi, 60% penduduk Indonesia berada di wilayah pesisir. Ketiga, dari segi politik keamanan, Indonesia sangat rentan karena 12 dari 14 pangkalan angkatan laut diproyeksikan akan terdampak. Terakhir, dari segi ekosistem, keanekaragaman koral kita harus dilingkungi karena menjadi salah satu yang rentan,” jelas Habib.

Habib banyak berkecimpung di isu perubahan iklim sebagai peneliti kebencanaan di Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia ini, menyimpulkan jika isu naiknya permukaan air laut ini dapat memperparah risiko tsunami.

Ia juga mengatakan jika hal ini membutuhkan komitmen politik tidak hanya di tingkat pusat tapi juga daerah dan pembagian tugas yang jelas. Terakhir, agenda ini perlu dibawa dari sekedar dialog menjadi kerja sama praktis antar negara.

Menanggapi pemilihan universitas, Habib mengungkapkan beberapa alasan.

“Sebagai peneliti, Johns Hopkins menawarkan apa yang saya butuhkan. Mereka menekankan pentingnya kebijakan. Mereka juga memberikan kesempatan untuk belajar lebih lanjut dengan praktisi, salah satunya Prof. Jordaan,” terang Habib.

Selain itu, universitas tersebut juga menawarkan peningkatan keterampilan kuantitatif yang ia butuhkan.

“Selain pentingnya menjalin komunikasi dengan profesor di universitas target, membangun koneksi dengan figur penting yang ada di Indonesia juga dibutuhkan,” pungkas Habib yang menceritakan bagaimana ia memperoleh rekomendasi dari mantan Duta Besar RI untuk PBB, Hasyim Djalal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com