KOMPAS.com - Menjaga kesehatan gigi pada anak kecil menjadi tanggung jawab orangtua untuk membiasakan diri agar anak rajin menggosok gigi.
Pasalnya jika anak tidak rajin menggosok gigi akan menyebabkan kerusakan pada gigi atau yang paling parah bisa menimbulkan karies gigi.
Kementerian Kesehatan mencanangkan Indonesia harus bebas karies pada 2030. Pencanangan ini dihadapkan pada sejumlah tantangan besar. Salah satunya masih tingginya angka prevalensi karies di Indonesia.
Menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof. Eriska Riyanti ada tiga strategi sederhana yang bisa dilakukan dalam mewujudkan target ini.
"Tantangan (mewujudkan Indonesia bebas karies) ini bukan hanya bagi tenaga kesehatan saja, tetapi juga masyarakat umum," kata Prof. Eriska dalam diskusi Satu Jam Berbincang Ilmu 'Kesehatan Gigi Anak Masa Depan' seperti dikutip dari laman Unpad, Senin (28/2/2022).
Baca juga: Lowongan Kerja Kao Indonesia bagi Lulusan D3-S1, Yuk Daftar
Prof. Eriska menerangkan, strategi pertama yang bisa dilakukan adalah meningkatkan upaya preventif dan promotif terkait pelayanan kesehatan gigi dan mulut.
Prof. Eriska menjelaskan, strategi ini menggeser upaya sebelumnya yang lebih menekankan aspek tindakan atau kuratif. Dengan pergeseran ini, lanjut Prof. Eriska, penekanan upaya kini lebih berfokus pada aspek pencegahan dan promotif.
"Edukasi mengenai pemberian fluoride dalam upaya pencegahan karies harus dilakukan. Fluoride memiliki kemampuan luar biasa dalam mencegah karies," urai Prof. Eriska.
Guru Besar Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Anak ini menuturkan, pemberian fluoride memiliki dua macam, yaitu secara sistemik dan topikal.
Baca juga: Harga Kedelai Naik, Dosen UNS: Indonesia Perlu Diversifikasi Pangan
Pemberian sistemik dilakukan melalui konsumsi makanan dan minuman yang mengandung fluoride dan kalsium. Sementara secara topikal dilakukan melalui pemberian oleh tenaga profesional maupun secara mandiri dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung fluoride.
Prof. Eriska mengungkapkan, strategi kedua adalah menerapkan teknik perawatan gigi dan mulut yang mudah tetapi dengan teknologi tinggi.
Menurut dia, perkembangan teknologi yang signifikan seyogianya memudahkan masyarakat untuk mempelajari teknik perawatan gigi dan mulut secara mudah.
Selain itu, saat ini juga telah berkembang sejumlah teknologi dan perangkat yang memudahkan dalam melakukan perawatan gigi.
Mulai dari produk perangkat lunak kecerdasan buatan untuk proses diagnosis maupun tindakan, sikat gigi pintar, layanan teledentistry, hingga layanan media augmented reality.
"Orangtua juga seharusnya harus paham bahwa perawatan gigi dan mulut juga memerlukan teknologi seperti ini," kata Prof. Eriska.
Baca juga: Dosen Unesa Ciptakan Alat Deteksi Tsunami, Akurasi Capai 99 Persen
Strategi terakhir adalah penguatan kapasitas SDM di bidang kedokteran gigi. Prof. Eriska menekankan, seluruh mahasiswa, khususnya profesi kedokteran gigi harus dibekali berbagai kompetensi yang dibutuhkan saat terjun ke masyarakat.
"Selain itu, pembekalan para dokter gigi sebelum terjun ke masyarakat, pembaruan ilmu pengetahuan baru, hingga penyebaran tenaga medis yang merata," tutup Prof. Eriska.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.