KOMPAS.com - Belum lama ini muncul pemberitaan Perdana Menteri (PM) Malaysia Ismail Sabri Yakoob berencana mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa kedua Association of Southeast Asian Nations (ASEAN).
Mendengar kabar tersebut, banyak pihak menentang. Salah satunya adalah Menteri Pendidikan, kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Anwar Makarim.
Terkait polemik tersebut, Dosen Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Kundharu Saddhono memberikan pendapatnya.
Dr. Kundharu juga menolak wacana yang menyebutkan bahwa bahasa Melayu akan dijadikan bahasa kedua ASEAN.
Baca juga: Beasiswa S1 di Vietnam, Kuliah Gratis dengan Syarat Mudah
Menurutnya, bahasa Indonesia jauh lebih layak dijadikan sebagai bahasa kedua ASEAN. Hal ini bisa dilihat dari syarat-syarat bahasa internasional.
"Memang kalau kita lihat kaitannya dengan syarat-syarat bahasa internasional, bahasa Indonesia jauh lebih unggul daripada bahasa Melayu," ujar Dr. Kundharu yang juga
pakar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) seperti dikutip dari laman UNS, Kamis (14/3/2022).
Dia menyoroti terdapat tiga aspek yang menjadi bahasa Indonesia lebih layak menjadi bahasa kedua ASEAN daripada bahasa Melayu.
Dr. Kundharu menyebutkan, saat ini terdapat lebih dari 270 juta penduduk Indonesia pada umumnya memakai bahasa Indonesia, bukan bahasa Melayu. Bahasa Indonesia menjadi bahasa pemersatu bagi seluruh rakyat Indonesia. Jika dibandingkan dengan bahasa Melayu, tentu bahasa Indonesia masih menjadi yang lebih banyak jumlah penuturnya.
Baca juga: Astra Financial Buka Lowongan Kerja S1/S2 Fresh Graduate, Ayo Daftar
Dari aspek program BIPA, Dr. Kundharu menjelaskan, terdapat ratusan lembaga penyelenggara program BIPA di luar negeri. Saat ini sudah banyak perguruan tinggi luar negeri yang membuka prodi Bahasa Indonesia.
Bahkan, prodi PBSI sendiri telah mengirimkan beberapa mahasiswanya untuk magang di perguruan tinggi luar negeri guna mengajarkan bahasa Indonesia.
"Kita sudah mengirimkan mahasiswa magang di luar negeri. Contohnya di Yale University yang merupakan top ten universitas di dunia. Kami juga sudah mengirimkan sepuluh mahasiswa untuk mengajar di Yale University. Kemudian ada juga di Thailand dan Turki," bebernya.
Langkah mengirimkan mahasiswa untuk magang di berbagai perguruan tinggi di luar negeri untuk mengajarkan bahasa Indonesia dan merupakan salah satu gerakan untuk internasionalisasi bahasa Indonesia.
Baca juga: Dosen UM Surabaya: Ini Ciri Telur Infertil dan Bahayanya jika Dimakan
Khundaru menekankan, bahasa Indonesia lebih layak menjadi bahasa kedua ASEAN karena saat ini terdapat Badan Bahasa di bawah Kemendikbud Ristek yang selalu menjadi pengawal untuk internasionalisasi bahasa Indonesia.
Hal ini sesuai dengan amanat Undang Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2009. Adanya peran Badan Bahasa Kemendikbud Ristek membuat muruah bahasa Indonesia terjaga. Sebagai warga Indonesia, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan guna mendukung gerakan membela bahasa Indonesia.
UNS telah ikut andil dalam mendukung internasionalisasi bahasa Indonesia ini. Pasalnya prodi PBSI turut mengirim mahasiswanya untuk magang di luar negeri guna mengajarkan bahasa Indonesia.