Tak hanya berfokus pada pembudidayaan maggotnya saja, ada pula eco enzyme yang diolah dari sisa-sisa sampah dapur dengan perbandingan 7:3:1 (air, sisa dapur, dan tetes tebu atau gula aren).
"Model ini disebut dengan fermentasi yang dilakukan selama tiga bulan, yang dapat menghasilkan produk berupa sabun, hand sanitizer, dan desinfektan," sambung Rudi.
Tentunya, pengembangan Laboratorium Sampah Terpadu UAD dengan Dusun Sanggrahan dalam pembudidayaan magot tersebut tak hanya bernilai ekonomi tinggi, tetapi juga dapat mengurangi volume sampah yang dihasilkan oleh warga masyarakat di sana.
Dengan adanya maggot ini, ke depannya diharapkan dapat menjadi usaha komersial, integrasi lahan baru, dan fokus pada makanan unggas dan ternak.
Baca juga: Akademisi UAD: Ini Pentingnya PHBS di Masa Pandemi
Meski untuk saat ini, pembudidayaan maggot masih berfokus untuk perikanan, makanan ternak, serta unggas. Sebab, seperti tujuan awal diadakannya program ini, yaitu untuk pengurangan volume sampah pada tingkat padukuhan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.