KOMPAS.com - Ketika menilik peradaban masa lampau di Indonesia, semua tak lepas dari berbagai peristiwa pada masa kerajaan.
Kejadian di masa lampai tentu menciptakan jalinan rantai yang saling terkait satu sama lain. Bahkan ada hikmah yang bisa diambil dari berbagai sejarah yang telah terjadi.
Terkait hal itu, Institut Teknologi Bandung (ITB) mengadakan Studium Generale dengan topik sejarah Indonesia. Temanya berjudul “Pulau Melati Pujaan Bangsa: Fajar Kejayaan Indonesia”.
Adapun narasumbernya ialah pakar arkeolog Prof. Dr. Agus Aris Munandar, M. Hum. Ia menjelaskan mengenai masa kerajaan klasik awal, klasik tua, dan klasik muda.
Baca juga: Siswa, Ini 4 Golongan Sosial di Kerajaan Mataram Kuno
"Bangsa kita, Indonesia, memiliki keanekaragaman suku bangsa yang tidak tertandingi," ujarnya dikutip dari laman ITB, Jumat (18/11/2022).
Menurut seorang ahli, H. Th. Fischer, dikatakan terjadinya keberagaman ini karena Indonesia sejak dahulu memang memiliki calon suku bangsa dengan adanya perbedaan induk bangsa.
Kemudian disebabkan juga oleh perilaku migrasi ke lingkungan yang berbeda. Setelah bermigrasi mengakibatkan mereka jarang melakukan interaksi dengan sesamanya sehingga memunculkan suku bangsa yang berbeda.
Dijelaskan, Indonesia pada masa lampau merupakan kawasan yang berada di antara dua peradaban besar dunia yakni India dan Cina.
Kedua peradaban maju pada zamannya ini memiliki pengaruh yang besar dalam kemajuan peradaban Indonesia. Bangsa Indonesia begitu tertarik dengan kebudayaan yang dibawakan India dan mengadopsi beberapa di antaranya aksara, agama, dan tahun saka.
Hanya berawal dari tiga aspek itu, dalam proses sejarah yang panjang melahirkan Indonesia dari zaman kerajaan hingga yang seperti saat ini.
Prof. Agus meringkas kejayaan kerajaan Indonesia hingga berakhirnya zaman klasik yang dipandang sebagai ‘Fajar Peradaban’ dengan tiga tahapan masa yakni kerajaan klasik awal, tua, dan muda.
Baca juga: Siswa, Ini Daftar Raja Kerajaan Banten
Adapun Kerajaan Tarumanagara berlokasi di pulau Jawa bagian barat membentang dari Banten hingga Bekasi. Peninggalan sejarah yang terkenal yakni Prasasti Ciaruteun yang menampilkan telapak kaki Raja Purnawarman dan berisikan tulisan yang berhasil dibaca yang menerangkan eksistensi kerajaan ini.
Ada juga prasasti Muara Cianten yang saat ini belum berhasil diartikan. Kerajaan ini juga meninggalkan sisa bangunan megah berupa percandian Batujaya di Karawang Utara. Percandian ini merupakan corak agama Buddha Mahayana di antaranya Candi Blandongan dan Candi Jiwa.
Berada di tepian sungai pedalaman Kalimantan Timur, kerajaan ini meninggalkan prasasti-prasasti yupa berisikan pesan-pesan yang berhasil diartikan. Adapun peninggalan lain seperti arca-arca hindu-trimurti dari gua gunung Kombeng, Kutai.
Sedang wilayah Sriwijaya membentang luas di Indonesia bagian Barat sampai Malaysia. Bukti keberadaannya ditandai dengan penggambaran kapal layar Srivijaya-Jawa pada relief Candi Borobudur.