Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Marak Aksi Bullying, Aktivis Pendidikan: Anak Mencontoh Guru-Orangtua

Kompas.com - 29/11/2022, 12:00 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - Beberapa hari belakangan, netizen dikejutkan dengan dua video yang menunjukkan tindakan kekerasan fisik dilakukan oleh murid remaja.

Pertama, murid berseragam menendang seorang nenek di Tapanuli Selatan dan kedua, seorang murid menendang temannya sendiri di Nganjuk.

Hal tersebut mendorong aktivis pendidikan sekaligus ketua Kampus Pemimpin Merdeka, Rizqy Rahmat Hani, angkat bicara.

Dia menegaskan, sekolah punya urgensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan karakter agar hal seperti ini tidak terulang kembali.

Baca juga: Terkenal Disiplin, Begini Cara Orangtua Jepang Mendidik Anak

“Pendidikan karakter tidak bisa dikembangkan hanya dengan mengerjakan soal dan membuat poster no-bullying,” kata Rizqy dalam keterangan Yayasan Guru Belajar, Rabu (23/11/2022).

Ia mengatakan, guru dan orangtua berperan dalam pembentukan karakter anak, di mana anak akan lebih bisa untuk mencontoh ketimbang hanya diberikan soal atau nasihat.

1. Hati-hati, murid bisa belajar kekerasan dari guru dan orangtua

Penyebab maraknya tindakan kekerasan oleh remaja sangat kompleks. Rizqy mengungkapkan, sekolah juga ambil peran melanggengkan budaya tersebut.

Guru bisa jadi tanpa sadar melakukan praktik kekerasan dalam keseharian mengajar.

Seperti misalnya ketika murid terlambat mendapat hukuman push up atau saat murid tidak bisa mengerjakan soal akan dicemooh di depan kelas.

“Kasus kekerasan di sekolah seperti lingkaran setan, mereka melihat praktik kuasa seakan hal yang lumrah dan biasa,” jelasnya.

Baca juga: Tanpa Hukuman, Ini Cara Sukses BPK Penabur Latih Kedisiplinan Siswa

2. Menciptakan ruang kelas aman dan nyaman

Rizqy menyampaikan, budaya sekolah anti kekerasan harus dimulai dari budaya positif di kelas.

Sudah saatnya guru menciptakan kelas yang aman dan nyaman bagi murid. Tidak ada lagi kekerasan, baik fisik maupun verbal.

Seringkali guru beralasan hal tersebut dilakukan demi meningkatkan kedisiplinan. Padahal sebenarnya hal tersebut sama sekali tidak benar. Kedisiplinan muncul dari rasa tanggung jawab.

“Alih-alih aturan yang bersifat searah, buatlah kesepakatan kelas. Ini akan menguatkan nilai peduli, saling menghormati, dan tanggung jawab atas apa yang mereka turut sepakati,” terang Rizqy.

Baca juga: 5 Ciri Orang Cerdas Bukan Hanya Dilihat dari IQ, Kamu Punya Ciri-cirinya?

3. Journaling bisa jadi solusi

Berdasarkan pengalaman Rizqy saat menjadi guru dan cerita praktik rekan-rekannya, aktivitas journaling bisa membantu murid untuk meregulasi emosinya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau