Belajar Kerja Sigap untuk Hasil Produksi Maksimal!

Kompas.com - 03/06/2015, 15:14 WIB
Adhis Anggiany Putri S

Penulis

KOMPAS.com – Kelahiran negara adidaya ekonomi sangat lekat dengan penemuan teknologi industri. Sejarah mencatat, hadirnya mesin uap mendorong revolusi industri pada abad ke-18.

Sejak itu, dimulai dari Inggris Raya, industrialisasi terus menyebar cepat ke daratan Eropa Barat, Amerika Utara, Jepang, bahkan Indonesia. Cepatnya perjalanan industrisasi itu lalu mengubah rona kehidupan manusia dari semua sisi, mulai sosial, ekonomi, hingga budaya di seluruh belahan dunia.

Di Amerika Serikat (AS), salah satu penemuan paling menguntungkan pada era 1900-an terjadi di ranah otomotif. Henry Ford sukses menghasilkan mobil yang mampu dibeli masyarakat berbagai kalangan. Kala itu, ide bahwa mobil hanyalah milik kaum "the have" runtuh seketika dengan populernya ‘Model T’ keluaran Ford.

Demam industrialisasi lalu menyebar ke Jepang. Para pelaku industri berlomba-lomba merancang sistem yang dapat meningkatkan daya saing produk di pasar internasional.

Pada 1950-an, Eiji Toyoda, Direktur Toyota masa itu, berkelana ke negeri Paman Sam untuk mencari inspirasi. Saat berkunjung ke pabrik Ford, dia terperangah. Ford mampu memproduksi 8.000 mobil per hari. Padahal, Toyota baru bisa menghasilkan total 2.500 mobil.

Tak hanya itu. Eiji juga menemukan ide saat berjalan-jalan ke supermarket di AS. Sepulangnya ke Jepang, dia dan tim suksesnya segera merajut ide-ide tersebut bersama filosofi Jepang, “Monozukuri” (Baca: Ini Dia... Rahasia Sukses Jepang Bangun Kekuatan Ekonomi Dunia).

Akhirnya, lahirlah sebuah konsep lean production (Baca: Bangun Kualitas, Manufaktur Wajib Kerja Cerdas!) bergaya Jepang. Konsep yang bertujuan untuk mengeliminasi pemborosan-pemborosan dalam proses produksi itu kemudian dikenal dengan nama Toyota Production System (TPS).

Tak tanggung-tanggung. TPS sukses membawa Toyota berdiri di posisi jawara sebagai “The Biggest Auto Company” versi majalah Forbes pada 2014. Sementara itu, dalam daftar Global 2000 di tahun sama, Toyota berhasill menduduki peringkat ke-12.

Dok TMMIN

Mengawinkan dua budaya

Melihat semangat Jepang menggali ilmu, tak ada salahnya Indonesia turut berguru. TPS berhasil mengikat dua budaya manufaktur bergaya Asia dan Eropa. Mungkin, industri di Indonesia pun nantinya mampu menerapkan TPS bergaya Nusantara di tanah air.

Ada dua pilar utama yang perlu dicermati dalam TPS, yaitu Just in Time (JIT) dan Jidoka. JIT artinya, perusahaan hanya memproduksi jenis produk yang dibutuhkan, ketika dibutuhkan, dan sesuai jumlah kebutuhan.

“Jadi, tidak akan ada stok berlebih. Apa yang kita buat, pasti akan langsung diserap oleh konsumen,” kata Yui Hastoro, Technical Director PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) saat ditemui KOMPAS.com di kantornya, Senin (1/6/2015).

Yui melanjutkan, dalam JIT harus ada kestabilan jumlah pemesanan produk. Produksi tidak boleh seperti cara kerja roller coaster, tiba-tiba tinggi, lalu seketika rendah.

“Tidak boleh bergejolak terlalu besar. Kita maksimalkan 10 persen, karena itu malah bisa mengganggu man power. Semua proses produksi sudah dirancang sedemikian rupa untuk memenuhi jumlah pesanan. Kalau produksi terlalu fluktuatif, akan banyak pemborosan dan ketidakseimbangan beban kerja,” tutur Yui.

Dok TMMIN

Pilar kedua adalah konsep Jidoka yang berkaitan erat dengan kualitas produk. Selama proses produksi, harus dipastikan tidak ada produk cacat. Jika kejanggalan atau kesalahan terjadi, proses produksi harus segera dihentikan.

Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau