Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bondhan Kresna W.
Psikolog

Psikolog dan penulis freelance, tertarik pada dunia psikologi pendidikan dan psikologi organisasi. Menjadi Associate Member Centre for Public Mental Health, Universitas Gadjah Mada (2009-2011), konselor psikologi di Panti Sosial Tresna Wredha “Abiyoso” Yogyakarta (2010-2011).Sedang berusaha menyelesaikan kurikulum dan membangun taman anak yang berkualitas dan terjangkau untuk semua anak bangsa. Bisa dihubungi di bondee.wijaya@gmail.com. Buku yang pernah diterbitkan bisa dilihat di goo.gl/bH3nx4 

Tahun Politik, Tahun Berhentinya Fungsi Otak Berpikir Kritis

Kompas.com - 13/08/2018, 20:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMPAS.com - Mana benar, mahar politik 500M atau tekanan politik parpol pendukung Jokowi? Saya yakin kita semua sudah tahu mengenai kedua desas-desus ini. Pertama Sandiaga Uno setor 1 trilyun rupiah, dibagi dua untuk dua parpol. Kedua, kisah mengenai tekanan para ketua umum partai pendukung Jokowi untuk mengganti cawapres Mahfud MD.

Seperti sudah diramalkan dan diprediksi semua orang, tim sukses Prabowo sibuk menetralisir cerita 500 M. Kalau memang ada setoran itu, mungkin tidak akan banyak kaget juga. Sudah dianggap wajar. Wajar kalau uang bisa membeli segalanya.

Sementara itu di lain pihak, tim sukses Jokowi juga sibuk menyusun counter-opinion bahwa cawapres KH Ma’ruf Amin sudah disiapkan jauh-jauh hari dan batalnya Mahfud MD sebagai cawapres merupakan keputusan Jokowi sendiri tanpa intervensi siapa pun.

Pun kalau benar Jokowi diintervensi, mungkin banyak juga tidak kaget kalau banyak kekuatan-kekuatan di belakang Pak Presiden.

1. Militan tidak terpengaruh

Bagaimana dengan pendukung fanatik masing-masing? Apakah para pendukung Prabowo akan blingsatan kalau transfer ratusan milyar itu benar? Atau sebaliknya apakah pendukung Jokowi akan grogi kalau memang Jokowi mudah dipengaruhi orang lain?

Jawabannya tidak. Mereka, para militan ini tidak akan terpengaruh sedikit pun.

Para pendukung Prabowo tidak akan terpengaruh kalau Sandiaga Uno sampai mengumumkan bahwa dia transfer mahar. Demikain pula pendukung Jokowi juga tidak sedikitpun terpengaruh bila Jokowi siaran langsung menyatakan seseorang menyuruhnya mengganti cawapres.

Tidak akan ada yang terpengaruh. Fakta-fakta tidak akan mengubah argumen mereka. Sekeras apapun faktanya, tidak ada gunanya. 

2. Berhenti berpikir kritis

Fenomena ini merupakan hal baru di Indonesia, namun sudah diteliti sejak 1956 oleh Leon Festinger, psikolog sosial dari Massachusetts Institute of Technology, Amerika Serikat.

Intinya, setiap orang (tidak hanya para pendukung fanatik) dalam situasi tertentu bisa berhenti “berpikir kritis”.

Umumnya untuk mencapai sebuah kesimpulan, seseorang akan mencari bukti-bukti memperkuat dugaannya. Pada proses ini, ketika orang itu menemukan satu saja “bukti” mendukung.

Orang yang tidak terbiasa berpikir kritis akan mengijinkan otak mempercayainya bahkan ketika yang disebut “bukti” ini sebenarnya hoax, setengah hoax, desas-desus, atau berita belum terkonfirmasi.

Tidak masalah, begitu otak memberikan “ijin”, atau akses, maka orang ini akan percaya 100%. Fenomena ini dinamakan “Motivated Reasoning”. Dinamakan demikian karena emosi dan motivasi mengalahkan fakta dan bukti-bukti empiris.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com