Bondhan Kresna W.
Psikolog

Psikolog dan penulis freelance, tertarik pada dunia psikologi pendidikan dan psikologi organisasi. Menjadi Associate Member Centre for Public Mental Health, Universitas Gadjah Mada (2009-2011), konselor psikologi di Panti Sosial Tresna Wredha “Abiyoso” Yogyakarta (2010-2011).Sedang berusaha menyelesaikan kurikulum dan membangun taman anak yang berkualitas dan terjangkau untuk semua anak bangsa. Bisa dihubungi di bondee.wijaya@gmail.com. Buku yang pernah diterbitkan bisa dilihat di goo.gl/bH3nx4 

Tahun Politik, Tahun Berhentinya Fungsi Otak Berpikir Kritis

Kompas.com - 13/08/2018, 20:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

3. Tentang golongan 'bumi datar'

Kalau Anda baca artikel saya sebelumnya “Fakta: Otakmu Sulit Membedakan Opini dan Fakta”. Hal ini bisa diperparah. Kalau ada yang berusaha meluruskan, apalagi melalui media sosial (tidak secara langsung) bukannya insyaf, tapi keyakinannya mengenai “bukti” tadi malah semakin kuat. Sebohong apapun “bukti” ini.

Contoh, kita pernah dengar soal "bumi datar"? Bahkan ada komunitas global untuk orang-orang yang percaya bahwa bumi ini datar. Semakin dibantah, kebanyakan kaum bumi datar malah semakin tidak percaya kalau bumi itu bulat.

Apa saja yang membuat otak memberikan “ijin” bagi keyakinan untuk mempercayai suatu hal? Orang marketing dan periklanan paling tahu mengenai hal ini.

Informasi diberikan berulang-ulang bisa membuat “ijin” itu keluar. Makanya dulu iklan rokok dengan gambar laki-laki "macho" muncul di mana-mana; televisi, baliho, atau media massa.

Sehingga banyak orang setiap hari melihat iklan itu, lalu percaya dan muncul keyakinan kalau tidak merokok, kamu tidak "macho". Apalagi?

4. Banjir informasi 

Informasi yang muncul dari orang yang dianggap lebih tahu, dari institusi terlihat resmi atau dari media “terpercaya”.

Penjelasan soal bumi datar, kalau kita pernah tonton Youtube-nya ada penjelasan bahwa informasi itu berasal dari organisasi resmi tertentu. Diperkuat lagi penjelasan seorang ahli, bisa profesor, doktor, dan lain-lain.

Terakhir, informasi datang dari orang dipercaya. Bisa orang terdekat, bisa teman dekat, dan lain-lain. Apakah orang tidak berpendidikan mudah terpengaruh?

Menurut Dr. Steven Novella, neurologist dari Yale University malah sebaliknya. Kata dia “Tidak!, justru orang dengan pendidikan tinggi lebih mudah terpengaruh!”

Banjir informasi di berbagai media sosial dan hoax yang hampir tiap hari berjejal di status Whatsapp, Instagram, dan Facebook membuat kita semakin susah lagi untuk lebih obyektif.

5. Bersikap kritis dalam Tabayyun

Begitu keyakinan itu menancap di otak, sudah sulit untuk mengubahnya. Tiga penelitian psikologi berbeda masing-masing di tahun 1986, tahun 1992, dan tahun 2006 saling mengkonfirmasi bahwa belum ada resep instan mengatasi fenomena ini.

Ketiganya diteliti para profesor psikologi dan terbit di jurnal internasional. Journal of Personality vol.54, Journal of Personality and Social Psychology vol.63 dan vol.91. Kalau Anda memiliki waktu luang dan ingin membacanya, silahkan meluncur melalui tautan di bawah.

Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau