Oleh: Silvi, Penerbit KPG
KOMPAS.com - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud RI) mencanangkan program "Belajar dari Rumah" dan menayangkannya di saluran televisi pemerintah, TVRI setiap hari sejak pandemi covid-19 mengharuskan semua anak “sekolah” di rumah.
Ini berarti untuk bisa bertukar materi pelajaran, setiap keluarga harus memiliki minimal satu televisi dan sambungan listrik memadai.
Di Ibukota dan kota besar lainnya di Indonesia, sekolah-sekolah mengandalkan jaringan internet untuk tetap menjalankan kegiatan belajar-mengajarnya.
Namun bagaimana dengan anak-anak di pelosok, yang tanpa adanya wabah korona pun, sudah menggantungkan hidupnya di seutas tali yang terbentang di atas sungai, berjalan puluhan kilometer, mendaki gunung, lewati lembah, agar tiba di sekolah?
Apakah mereka bisa belajar dari rumah melalui televisi, bahkan internet, sementara akses telekomunikasi dan listrik pun tak sampai?
Hari ini 2 Mei, kita memperingati Hari Pendidikan Nasional. Hari kelahiran Menteri Pendidikan dalam kabinet pertama Indonesia merdeka, Ki Hadjar Dewantara. Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, demikian nama lahirnya, terkenal sebagai penggagas “Taman Siswa”.
Baca juga: Kisah Getir dari Guru Kunjung pada Hari Pendidikan Nasional Kita
Gagasan belajar yang disebut Ki Suratman dalam kata pengantar di buku "Demokrasi dan Kepemimpinan: Kebangkitan Gerakan Taman Siswa" (KPG & Balai Pustaka, 2019) karya Kenji Tsuchiya.
Gagasan belajar ini mengedepankan demokrasi yang bersendi kekeluargaan, hak asasi manusia diakui kehadirannya, namun tidak boleh dominan demi terwujudnya tertib-damai kehidupan bersama.
Kenji menulis sejak bab awal, kata kunci dari gerakan Taman Siswa Ki Hadjar adalah kebijaksanaan untuk mewujudkan keadilan. Gagasan yang bagus. Sayangnya hingga 75 tahun kemerdekaan RI, sistem pendidikan kita masih banyak yang perlu dibenahi.
Sebagai refleksi Hari Pendidikan Nasional di tengah pandemi SARS-CoV 2, barangkali kita bisa berkaca dari negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia, Finlandia.
Negara yang dinobatkan Jaringan Solusi Pembangunan Berkelanjutan untuk PBB (Sustainable Development Solutions Network for the United Nations) sebagai negara paling bahagia di dunia itu menjadikan pendidikan sebagai jantung kehidupan berbangsa dan bernegaranya.
Finlandia punya filosofi, pelajaran seumur hidup (lifelong learning). Di mana sejak pendidikan dasar, setiap anak dibekali dengan pengetahuan umum, keterampilan, dan sikap atau perilaku yang memampukannya untuk bertahan hidup menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian.
Ratih D. Adiputri, akademisi Indonesia yang kini peneliti post-doc bidang ilmu politik di Universitas Jyväskylä, Finlandia Tengah, menyebutkan dalam bukunya "Sistem Pendidikan Finlandia" (KPG, 2019) ada delapan kompetensi kunci yang harus diberikan dan hendaknya dicapai dalam pendidikan.
Tujuannya, siswa di masa mendatang hidup bahagia dan menjadi warga negara baik.