Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hardiknas, Pandemi Corona, dan Belajar dari Pendidikan Finlandia

Kompas.com - 02/05/2020, 20:24 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

Sinergi guru, orangtua dan siswa

Ratih mengingat ketika putrinya Nadya cepat bisa membaca dibanding anak lain di TK dan saat SD mengerjakan soal matematika lebih jauh dari yang telah diajarkan di kelas, pihak sekolah langsung memanggil orangtua.

Guru menyampaikan kekhawatiran bahwa Nadya belajar terlalu dini. Ratih sempat merasa aneh mengapa anak yang mau belajar sendiri seolah dihalangi. Tapi akhirnya ia paham bahwa “amat penting bagi siswa untuk merasakan perkembangan proses pembelajarannya secara pribadi, tanpa dibandingkan dengan siswa lain.”

Faktor lain yang patut diteladani dari Finlandia, ialah kelancaran komunikasi yang dibangun antara guru, orangtua, dan siswa.

Secara berkala, guru memberikan masukan kepada orangtua, demikian juga sebaliknya.

Setelah WHO mengumumkan wabah corona mengharuskan anak belajar dari rumah, sekolah telah siap.

Ada aplikasi Peda.net untuk pertukaran materi belajar antara guru dan siswa. Lalu Wilma, yang dapat diakses juga oleh orangtua dan memuat berbagai pengumuman aktual dari pihak sekolah.

Karena sejak kecil sudah diajarkan kedisiplinan dan semangat belajar yang tinggi, orangtua pun tidak kesulitan mengatur jam belajar anak di rumah. Mereka akan dengan tertib mengumpulkan tugas pada waktu yang ditentukan, biasanya tiap Jumat.

Terkesan gila belajar, anak-anak di Finlandia justru punya jam belajar yang lebih sedikit dibandingkan Indonesia. Bahkan sekolah selalu mewajibkan anak beraktivitas di luar rumah, tak peduli cuaca hujan maupun bersalju, alih-alih terus belajar di dalam rumah.

Pendidikan Finlandia dan refleksi Hardiknas

“Namun yang paling penting dari semua kesiapan sistem pendidikan Finlandia, ialah kebijakannya yang memungkinkan pendidikan berlaku untuk semua,” tegas Ratih. 

Pengalaman Ratih mencari sekolah untuk anaknya di Indonesia, pihak sekolah menawarkan fasilitas mewah dan pelajaran yang dibawakan dengan bahasa asing, daripada menonjolkan kurikulumnya.

“Di Indonesia, orang yang punya uang dapat mengakses pendidikan bermutu, sedangkan yang kurang mampu seperti menerima pendidikan ala kadarnya,” ujarnya.

Oleh karenanya, ia berharap dari pihak pemerintah muncul political will untuk menyelenggarakan pendidikan berkualitas untuk semua, bukan semata-mata untuk anak-anak dari keluarga yang berada saja.

Sistem Pendidikan Finlandia sejatinya sejalan dengan semangat Ki Hadjar Dewantara menggelorakan gerakan Taman Siswa.

Tinggal bagaimana pemerintah, dalam hal ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sekarang mengimplementasikannya melalui cetak biru sistem pendidikan Indonesia yang katanya sudah dirancang sejak 2007 tersebut.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com