Cable bersama tim konsultan PricewaterhouseCoopers (PwC) berusaha membantu mewujudkan ini. Hal pertama yang dilakukan adalah melatih para pimpinan untuk mendengar.
Ya benar, belajar “mendengar” saja.
Mereka melatih bagaimana manajer menanyakan pada karyawan. Melatih bagaimana menjadi seorang pimpinan yang seharusnya; untuk membantu karyawan bekerja lebih baik. Mereka kemudian mempraktikkan dalam situasi kerja langsung. Para manajer bertindak sebagai teman, di tengah-tengah karyawan bertanya dan mendengar respon mereka.
Tentu kita masih ingat salah satu konsep dalam Sistem Among adalah “Ing Madyo Mangun Karso”, di tengah-tengah membangun “karsa”. Satu tim, satu jiwa, rasa solidaritas.
Hasilnya? Setelah melalui beberapa penolakan dan sikap yang skeptis, salah satu sopir mengusulkan “Go-gurt”, brand Yogurt kemasan anak-anak untuk dikirimkan lebih pagi. Rupanya banyak anak-anak di Inggris minta produk tersebut untuk bekal ke sekolah.
Sopir yang lain mengusulkan sebuah cara pelaporan lebih cepat sehingga sopir ekspedisi tidak berlama-lama membuat laporan sehingga menyebabkan pengiriman terlambat. Dan seterusnya.
Tidak berhenti sampai di situ, mereka juga diminta membantu mewujudkan untuk perusahaan. Perubahan-perubahan kecil begitu banyak dan mengubah organisasi secara keseluruhan.
Salah satu manager mengatakan “Awalnya kita berpikir sudah mengetahui seluruh hal, luar dan dalam. Pertemuan percakapan pelanggan mingguan kami sekarang lebih interaktif dan percakapan lebih jujur dan dewasa dalam pendekatan mereka. Rasanya sangat sulit menggambarkan dengan kata-kata melihat semua perubahan yang terjadi ini.”
Hadir di tengah-tengah
Contoh berikutnya dipraktikkan Jungkiu Choi, Head of Consumer Banking di Standard Chartered. Salah satu tugas utama yang diberikan ketika pindah dari cabang Singapura ke China adalah menekan para Branch Manager untuk melakukan efisiensi biaya.
Biasanya staf cabang akan bekerja berminggu-minggu dengan cemas menyiapkan data supaya bisa menjawab ketika Jungkiu datang.
Jungkiu mengubah pola kontrolnya. Alih-alih datang sesuai jadwal, Jungkiu datang tanpa memberi tahu. Ia datang lalu mengajak manajer dan karyawan cabang makan siang dan menanyakan keseharian yang terjadi di cabang.
Setelah itu secara informal ia menanyakan ide-ide untuk efisiensi. Ia ada di tengah-tengah mereka. Ing Madyo.
Jungkiu melakukan ini di lebih dari 80 cabang di 25 kota. Hasilnya? Dalam dua tahun, kepuasan nasabah naik 54%, dan komplain nasabah turun 29%.
Bagaimana dengan “Tut Wuri Handayani”?
Memimpin dari belakang
Bagaimana dengan filosofi: “Memimpin tidak selalu di depan tapi dari belakang memberi semangat para anggotanya”?
Hal ini saya temukan juga, masih dalam HBR pada sebuah tulisan yang terbit Mei 2010 berjudul “Leading from Behind” ditulis Linda A. Hill, profesor Business Administration dari Harvard Business School.
“Untuk saat ini dan masa dekade ke depan, kepemimpinan yang paling efektif adalah memimpin dari belakang dan bukan dari depan,” kata Nelson Mandela.
Dalam autobiografinya, Mandela mengatakan pemimpin yang baik bisa bertindak sebagai gembala membiarkan yang lebih cepat untuk di depan, tanpa mereka menyadari semua diarahkan dari belakang.