Tapi tantangan terberat bagi Yosep, bukan soal memanggul buku. Tetapi ketersediaan buku-buku yang relevan untuk anak. Khususnya buku-buku yang bisa membangun imajinasi dan karakter anak.
“Seiring meningkatnya minat membaca anak, maka tuntutan akan hadirnya buku-buku baru terus meningkat. Jika anak membaca buku itu-itu saja, maka mereka akan bosan,” tambah Yosep.
Priscillia Clara Suatan, MERL Officer (Monitoring, Evaluation, Research and Learning) Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI), mengatakan meningkatkan keterampilan membaca menjadi tantangan pendidikan di Kaltara.
Hasil Asesmenen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) Kemendikbud 2016, menunjukkan kemampuan membaca siswa kelas 4 SD Kaltara berada dua point di bawah rata-rata nasional.
“Dari hasil pendalaman kami melalui Rapid Participatory Situation Analysis atau RPSA, salah satu penyebab rendahnya keterampilan membaca di kaltara adalah ketiadaan buku bacaan yang menarik.
RSPA juga merekomendasikan perlunya penyediaan buku menarik dan waktu membaca dengan bimbingan guru,” tambah Priscillia.
Lebih lanjut Priscillia mengatakan, dari sisi minat membaca, minat membaca siswa SD Kaltara termasuk tinggi. Hasil Survei Inovasi Pendidikan dan Pembelajaran Indonesia (SIPPI) yang dilakukan INOVASI, menemukan 85 persen siswa SD kelas awal suka membaca.
Namun tantangannya datang dari jenis buku yang dibaca. Sebanyak 68% anak mengaku lebih sering membaca buku pembelajaran, 17% menyatakan membaca buku cerita dan lainnya. “Survei ini melibatkan 562 siswa di 20 SD di Bulungan dan Malinau,” tambah Priscillia.
Priscillia menyebut, keterampilan membaca merupakan keterampilan yang dibutuhkan anak untuk bisa belajar dan berkembang di masa depan. Membaca maksudnya anak bisa membaca teks, mampu memahami maknya dan mampu mengkomunikasian isi bacaan itu.
”Untuk itu kita perlu membangun budaya baca, agar anak semakin terampil membaca,” tambahnya.
Membangun budaya membaca membutuhkan partisipasi semua pihak. Pemerintah, guru dan orangtua perlu bekerjasama. Ketersediaan buku yang sesuai minat dan usia anak, metodelogi dan sumberdaya manusia merupakan instrument penting dalam membangun budaya baca.
Anak harus diberikan jam membaca yang lebih banyak, sehingga nalar anak berkembang.”Jika buku adalah pintu kepada ilmu pengetahuan, maka membaca adalah kunci untuk membuka pintu itu,” tutup gadis asal Bandung ini.
(Seperti dikisahkan Erix Hutasoit, Communication Officer Program INOVASI Kaltara kepada Kompas.com menyambut Hari Pahlawan)