Nadiem: Kepala Sekolah Meminjam Uang dari Orangtua Siswa, Muncullah Banyak Pungli

Kompas.com - 14/02/2020, 18:59 WIB
Wahyu Adityo Prodjo

Penulis

KOMPAS.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim menyebutkan salah satu penyebab dugaan pungutan liar (pungli) di sekolah yaitu berasal dari kebingungan sejumlah kepala sekolah untuk membiayai biaya operasional sekolah termasuk gaji guru.

Menurutnya, sejumlah kepala sekolah tak memiliki pilihan untuk membayar biaya operasional sekolah seperti meminjam uang ke orangtua siswa sebagai dana talangan sehingga menimbulkan dugaan pungli.

"Kita mendengar kasus di mana kepala sekolah itu harus menggadaikan barang barang pribadinya atau barang-barang sekolahnya atau mungkin meminjam (uang) dari orang tua dan dari situlah banyak (kasus) pungli," ujar Nadiem dalam acara Bincang Sore bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Rabu (12/2/2020).

Baca juga: Kebijakan Dana BOS Terbaru, Nadiem: Ini Memberikan Kebebasan untuk Kepala Sekolah

Kebingungan kepala sekolah tersebut muncul dari keterlambatan cairnya dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Nadiem menyebutkan keterlambatan pencairan dana BOS adalah masalah yang dihadapi oleh banyak kepala sekolah.

"Mengenai pungutan liar, kebijakan ini (dana BOS terbaru) tidak directly berhubungan dengan kriteria itu. Ini untuk membenarkan hal problem yang berbeda," kata Nadiem.

Nadiem menganggap sejumlah kepala sekolah yang meminjam uang kepada orangtua siswa karena tak memiliki pilihan untuk mendapatkan biaya operasional. Ia menekankan kebijakan dana BOS terbaru bukan untuk membantu memantau adanya pungli.

"Ini (kebijakan dana BOS terbaru) untuk membenarkan problem di mana uang (BOS) itu nggak datang tepat waktu. Jadi sebenarnya yang seperti itu (menggadaikan, meminjam uang dari orang tua) bisa berkurang," tambah Nadiem.

Ia mengatakan masalah pungutan liar masih belum bisa diatasi oleh Kemendikbud.

Kebijakan Dana BOS Terbaru

Alur dana BOS pada sistem BOS 2019, dana BOS ke sekolah disalurkan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) provinsi. Pada kebijakan BOS 2020, Kemenkeu menyalurkan dana langsung ke rekening sekolah.

Frekuensi penyaluran dana BOS pada tahun 2019, penyaluran dilakukan sebanyak 4 kali per tahun dengan porsi tahap I (20 persen), tahap II (40 persen), tahap III (20 persen), dan tahap IV (20 persen). Pada kebijakan BOS 2020, penyaluran dilakukan sebanyak 3 kali per tahun dengan porsi tahap I (30 persen), tahap II (40 persen), tahap III (30 persen).

Dalam pembayaran honor pada BOS 2019, pembayaran guru honorer maksimal 15 persen untuk sekolah negeri dan 30 persen untuk sekolah swasta dari total dana BOS.

Pada dana BOS 2020, pembayaran guru honorer maksimal 50 persen untuk guru honorer yang memiliki NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan), belum memiliki sertifikat pendidik, dan tercatat di Dapodik pada 31 Desember 2019 (tidak untuk membiayai guru honorer baru).

Baca juga: Kata Nadiem Makarim Seputar Dana BOS untuk Gaji Guru Honorer

Pada dana BOS 2019, alokasi pembelian buku teks dan non-teks maksimal 20 persen dan pembelian alat multimedia ditentukan kuantitas dan kualitasnya. Pada dana BOS 2020, tak ada pembatasan alokasi maksimal maupun minimal pemakaian dana BOS untuk buku maupun pembelian alat multimedia.

Untuk dana BOS reguler tahun 2020, seluruhnya naik Rp. 100.000. Rinciannya masing-masing yaitu siswa SD Rp 900.000, siswa SMP/MTs sebesar Rp 1,1 juta, tingkat SMA dari Rp 1,5 juta, sedangkan SMK sebesar Rp 1,4 juta.

"Penggunaan BOS sekarang lebih fleksibel untuk kebutuhan sekolah. Melalui kolaborasi dengan Kemenkeu dan Kemendagri, kebijakan ini ditujukan sebagai langkah pertama untuk meningkatan kesejahteraan guru-guru honorer dan juga untuk tenaga kependidikan," ujar Nadiem.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau