Perilaku perundungan melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang sehingga korbannya berada dalam keadaan tidak berdaya. Pelakunya bisa saja dari teman sekelas, kakak kelas dan bahkan secara berkelompok.
Perundungan atau bully ini terjadi karena adanya pihak yang lemah, yang memberikan peluang besar bagi pihak pembully untuk melakukan aksinya. Pembully sebagian besar adalah pribadi yang sebenarnya korban perundungan itu sendiri.
Perundungan yang dilakukannya terhadap orang lain adalah bentuk pelampiasan dari kekecewaan dirinya sendiri dari rasa ketakutan, ketidakberdayaan, keputusasaan dan kekecewaan atas perundungan yang dirasakannya.
Perundungannya pun bisa saja tanpa kita sadari terjadi dalam keluarga atau bahkan dari gurunya di sekolah, baik berupa perundungan fisik ataupun perundungan verbal.
Perundungan verbal adalah intimidasi yang melibatkan kata-kata, baik secara tertulis atau terucap. Perundungan secara verbal meliputi menggoda, memanggil nama yang tidak pantas, mengejek, menghina, dan mengancam.
Sebagai orangtua dan guru terkadang tanpa sadar telah melakukan bullying ini, sebagai contoh pelabelan anak “ kamu bodoh, kamu malas, tukang tidur, tukang bolos”. Semoga kita sebagai orangtua di rumah maupun disekolah tidak melakukan ini terhadap anak-anak generasi penerus bangsa.
Perundungan ini bisa terjadi di sekolah mana saja, terlebih sekolah inklusif dimana anak-anak berkebutuhan khusus dibaur dengan anak-anak normal.
Sebagai guru dan orangtua kita tentu menginginkan kasus-kasus perundungan ini semakin sering terjadi.
Langkah awal mencegah perundungan adalah tanamkan pada diri anak-anak kita bahwa kita dilahirkan dengan bakat dan keahlian masing-masing, baik yang lahir sempurna ataupun yang dilahirkan dengan keterbatasan.
Siswa perlu diajak sepatutnya untuk saling menghargai ,menghormati dan memperlakukan orang lain dengan baik.
Penerapan di sekolah atau di kelas bisa dilakukan saat kegiatan diskusi atau bekerja sama, yaitu membaurkan anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak normal lainnya dalam kelompok, juga lebih memberikan kegiatan–kegiatan yang sering melibatkan interaksi mereka dalam kekompakan kelompok .
Baca juga: Soal Bullying, Mendikbud Nadiem: Itu Luar Biasa Menyedihkan
Di awal-awal kegiatan pasti akan menimbulkan kendala, mulai dari teman-teman dalam kelompoknya yang biasanya tidak terima di satukan dengan anak berkebutuhan khusus atau tidak memberi tugas dengan alasan nanti hasil kerja kelompoknya dapat nilai yang tidak bagus.
Disini guru harus menekankan kepada semua siswa bahwa semua orang ingin diperlakukan dan diterima dengan baik dengan tidak memandang keterbatasan kemampuan dan fisik.
Sebagai bentuk apresiasi dan motivasi bagi anak atau siswa yang telah memperlakukan teman dengan baik atau menolong yang membutuhkan, guru bisa berikan motivasi berupa pujian dan pengakuan bahwa apa yang dilakukan adalah sikap yang baik dan perlu diteladani.
Apresiasi tersebut dapat juga diberikan dalam bentuk sentuhan-sentuhan positif, misalnya pelukan, usapan di kepala, acungan jempol ataupun toss.