Pentingnya keberagaman pangan sebenarnya telah disadari Presiden Sukarno. Saat berpidato dalam Perayaan Hari Tani pada September 1965, Sukarno menekankan pentingnya mengubah menu makan agar tidak melulu beras.
Menurut Sukarno, upaya untuk meningkatkan produksi saja tidak akan bisa memenuhi kebutuhan pangan nasional.
Pemikiran Sukarno ini seperti menekankan isi pidatonya saat acara peletakan batu pertama pembangunan gedung Fakultas Pertanian Universitas Indonesia, yang kemudian menjadi Institut Pertanian Bogor, 27 April 1952.
Saat itu, dia sudah menyadari sulitnya memenuhi perut penduduk negeri ini yang jumlahnya terus berlipat, sementara produksi pangan cenderung ajek, bahkan berkurang.
Karena itu, menurut Bung Karno, “Persediaan bahan makanan itu harus ditambah.” Penambahan sawah bukanlah jalan keluar, mengingat luas lahan yang cocok untuk budidaya padi sawah sangat terbatas.
Sukarno mengajak menanami lahan kering dengan aneka tanaman yang “nilai khasiatnya harus dibuat sederajat dengan nilai khasiat padi, misalnya jagung, jewawut, kedelai, kacang tanah.
Penggiatan seleksi bagi tanam-tanaman tanah kering ini teranglah satu keharusan yang lekas harus kita penuhi”.
Sorgum (Sorghum bicolor) berasal dari kawasan subtropis di Afrika. Domestikasi awal dilakukan di perbatasan Mesir Sudan sekitar 5.000–8.000 tahun yang lalu.
Baca juga: Hari Buku: Menolak Tamat Ketika Roda Penerbitan Terhalang Covid-19
Jejaknya di Nusantara bisa ditemukan dari sebaran bahasa lokal sorgum di sekitar Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, hingga kepulauan Maluku.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.