Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pangan Lokal, Jalan Keluar dari Jebakan Krisis Pangan

Kompas.com - 14/06/2020, 15:16 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

Apa yang terjadi dengan Indonesia sejak 1960-an itu berbeda dengan sebelumnya. Catatan Ahmad Arif, penulis buku, pemenuhan pangan pokok beras pada 1954 baru mencapai 53,5 persen.

Sisanya dipenuhi dengan ubi kayu (22,26 persen), jagung (18,9 persen), dan kentang (4,99 persen).

Baca juga: Hardiknas, Pandemi Corona, dan Belajar dari Pendidikan Finlandia

Setelah 33 tahun, 1987, pola konsumsi pangan pokok bergeser luar biasa. Beras mencapai 81,1 persen, ubi kayu 10,02 persen, dan jagung 7,82 persen. Tahun 2010, beras sebagai pangan pokok mulai ditinggalkan dan beralih ke gandum.

Jalan keluar

Strategi pemenuhan pangan sudah saatnya kembali berbasis pada keberagaman ekologi dan budaya Nusantara.

”Sorgum bisa membantu menjawab kebutuhan pangan masa depan. Ini tidak berarti seluruh orang Indonesia mesti makan sorgum. Silakan tiap daerah menggerakan sendiri postensi pangan lokalnya,” ujar Rony Megawanto, Direktur Program Yayasan Kehati, sebagai pembahas.

Pentingnya keberagaman pangan sebenarnya telah disadari Presiden Sukarno. Saat berpidato dalam Perayaan Hari Tani pada September 1965, Sukarno menekankan pentingnya mengubah menu makan agar tidak melulu beras.

Menurut Sukarno, upaya untuk meningkatkan produksi saja tidak akan bisa memenuhi kebutuhan pangan nasional.

Pemikiran Sukarno ini seperti menekankan isi pidatonya saat acara peletakan batu pertama pembangunan gedung Fakultas Pertanian Universitas Indonesia, yang kemudian menjadi Institut Pertanian Bogor, 27 April 1952.

Saat itu, dia sudah menyadari sulitnya memenuhi perut penduduk negeri ini yang jumlahnya terus berlipat, sementara produksi pangan cenderung ajek, bahkan berkurang.

Karena itu, menurut Bung Karno, “Persediaan bahan makanan itu harus ditambah.” Penambahan sawah bukanlah jalan keluar, mengingat luas lahan yang cocok untuk budidaya padi sawah sangat terbatas.

Sukarno mengajak menanami lahan kering dengan aneka tanaman yang “nilai khasiatnya harus dibuat sederajat dengan nilai khasiat padi, misalnya jagung, jewawut, kedelai, kacang tanah.

Penggiatan seleksi bagi tanam-­tanaman tanah kering ini teranglah satu keharusan yang lekas harus kita penuhi”.

Jejak sorgum

Sorgum (Sorghum bicolor) berasal dari kawasan subtropis di Afrika. Domestikasi awal dilakukan di perbatasan Mesir Sudan sekitar 5.000–8.000 tahun yang lalu.

Baca juga: Hari Buku: Menolak Tamat Ketika Roda Penerbitan Terhalang Covid-19

 

Jejaknya di Nusantara bisa ditemukan dari sebaran bahasa lokal sorgum di sekitar Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, hingga kepulauan Maluku.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau