Oleh: Eko Nugroho | Editor Elex Media Komputindo
KOMPAS.com - Dalam sejarahnya yang sangat panjang, dunia pernah dihadapkan pada sebuah tantangan terbesarnya yakni kehancuran alam dan lingkungan, beserta semua ekosistemnya.
Hal ini terjadi 66 juta tahun lalu ketika sebuah asteroid masif menabrak permukaan bumi dan menimbulkan apa yang dikenal sebagai Extinction Level Event (E.L.E.) atau dalam bahasa awam kita adalah peristiwa “kiamat”.
Nyatanya pada saat itu, masih banyak juga bentuk kehidupan yang tersisa di muka bumi ini. Mereka yang masih diberi kesempatan untuk hidup membawa sebuah misi yang sangat mulia yakni melanjutkan kehidupan itu sendiri.
Namun, itu semua dilakukan bukan tanpa syarat. Setelah peristiwa kiamat tadi, semua yang mau tetap hidup harus mengadopsi satu konsep yakni berubah atau punah.
Tidak berlebihan jika kita mengatakan bahwa di zaman modern ini, terjadi lagi satu peristiwa besar yang mungkin bisa kita analogikan sebagai E.L.E. versi modern.
Tanpa bisa diprediksi siapa pun, tahun 2020 lalu manusia di seluruh dunia dibuat terperangah dengan munculnya Covid-19, varian virus baru yang lebih mematikan dan berdaya sebar sangat tinggi.
Selama setahun, seluruh dunia seakan dilumpuhkan oleh “musuh yang tak kasat mata”.
Sendi-sendi kehidupan seperti ekonomi, perdagangan, pariwisata bahkan roda pemerintahan satu demi satu dilumpuhkan, dan dampak terbesarnya ditanggung oleh manusia itu sendiri.
Covid-19 memutarbalikkan semua tatanan kehidupan, cara kita beraktivitas, bekerja, dan berinteraksi dengan sesama. Pandemi ini akan menjadi “kepunahan” global kehidupan di zaman modern, apabila kita tidak tanggap menghadapinya.
Baca juga: Pelanggan Gramedia Turut Berdonasi demi Kemajuan Pendidikan dan Literasi
Elex Media Komputindo, salah satu penerbit terkemuka di Indonesia yang lahir pada 15 Januari 1985, dalam perjalanannya juga telah menghadapi berbagai perubahan yang disebabkan dinamika perkembangan ekonomi dan bisnis nasional dan global.
Salah satu gejolak yang cukup signifikan adalah krisis moneter 1998, yang disebabkan anjloknya nilai tukar Rupiah kita.
Secara strategis, Elex Media yang waktu itu sebagian besar bukunya berasal dari penerbit asing, terdampak cukup besar, dan pada akhirnya melakukan berbagai strategi pengetatan biaya yang diimbangi dengan peningkatan upaya penjualan.
Berkat perencanaan yang cermat dan kegigihan semua karyawannya, Elex Media Komputindo dapat keluar dari krisis moneter tersebut, bahkan terus membukukan peningkatan laba di tahun-tahun selanjutnya.
Saat ini, di usia yang ke-36, Elex Media Komputindo telah memiliki 10 bidang penerbitan. Dari sisi platform, penerbit ini juga telah merambah ke dunia digital melalui e-book, audio book, serta dunia edutainment melalui produk edukatif di bawah brand Oopredo.