"Sebenarnya NFT hanyalah tokenisasi dari sebuah aset atau token yang mewakili sebuah aset. Ia sepenuhnya terpisah dari asetnya sendiri," tandas Ritchi.
Ketika seseorang mengunggah menjadi token NFT, maka aset tersebut tidak dapat dihilangkan dari Distributed Ledger, atau bentuk penerapan ledger untuk penyimpanan data dan pendistribusiannya kepada seluruh pengguna.
"Karena tidak bisa dihilangkan, maka perlu kewaspadaan dalam mengunggah suatu aset ke lokapasar. Jangan sampai dokumen penting, seperti foto KTP, foto diri atau keluarga. Atau lebih berbahaya lagi dokumen-dokumen yang melanggar peraturan yuridiksi Indonesia berpotensi menjadi obyek penyalahgunaan," urainya.
Belum matangnya perlindungan, pemahaman, bangunan regulasi otoritas atas NFT maupun aset kripto pada umumnya, mendorong peminat harus benar-benar memastikan aset yang dijual telah diotorisasi oleh pencipta karya sebenarnya.
Baca juga: 15 Jurusan Kuliah yang Lulusannya Selalu Dibutuhkan di Masa Depan
Selain itu, masyarakat juga perlu memahami risiko dan sifat asli dari token NFT yang dijual. Ini disebabkan, sebagai aset digital, NFT tidak punya fundamental harga. Sehingga sewaktu-waktu bisa melonjak ataupun jatuh. Proses transaksi juga dikenakan gas fee yang relatif besar.
"Blokchain sendiri tidak peduli siapa yang melakukan proses minting atas suatu karya. Banyak kejadian di mana pemilik karya seni tidak mengetahui bahwa twit-nya, lukisannya, musiknya tiba-tiba sudah menjadi NFT tanpa sepengetahuan dan persetujuannya," ungkap Ritchi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.