KOMPAS.com - Nenek moyangku seorang pelaut. Gemar mengarung luas samudra. Menerjang ombak tiada takut. Menempuh badai sudah biasa.
Kamu pasti pernah mendengar penggalan lagu tersebut? Dikenal sebagai negara maritim, Indonesia punya sejarah panjang tentang budaya dan transportasi laut yang digunakan leluhur bangsa.
Tahukah kamu, salah satu suku yang terkenal dan akrab dengan lautan adalah suku Bugis.
Bugis merupakan suku yang terletak di wilayah selatan Pulau Sulawesi, tepatnya di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Bagi para siswa, yuk belajar mengenai suku Bugis dan perahu pinisi yang legendaris.
Merangkum dari laman Direktorat SMP Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), Jumat (4/2/2022), suku Bugis dikenal sebagai suku yang andal dan juga piawai mengarungi lautan hingga samudra di Nusantara maupun dunia.
Baca juga: Calon Mahasiswa, Simak Syarat, Cara Daftar dan Keunggulan KIP Kuliah
Masyarakat Bugis menaklukan lautan dengan modal sebuah perahu legendaris, yakni perahu pinisi. Perahu pinisi adalah perahu layar tradisional khas masyarakat Bugis.
Ciri khas dari perahu pinisi ialah memiliki dua tiang utama serta tujuh buah layar. Tiga layar berada di bagian depan, dua di bagian tengah, dan dua di bagian belakang.
Dalam naskah Lontarak I Babad La Lagaligo, perahu pinisi sudah ada sejak abad ke-14 M. Pada naskah tersebut, diceritakan perahu ini pertama kali dibuat oleh putra mahkota Kerajaan Luwu yang bernama Sawerigading.
Sawerigading membuat perahu pinisi dari pohon welengreng (pohon dewata) yang dikenal cukup kuat dan kokoh. Perahu ini dibuat oleh Sawerigading untuk melakukan perjalanan menuju Tiongkok.
Baca juga: Aturan Kemendikbud Terkini, Ortu Boleh Pilih Anak Ikut PTM atau PJJ
Ia berminat mempersunting seorang putri Tiongkok yang bernama We Cudai. Setelah sekian lama ia menikahi We Cudai dan menetap di Tiongkok, Sawerigading ingin pulang ke kampung halamannya.
Singkat cerita ia pun menaiki perahu buatannya untuk kembali ke Luwu. Namun, ketika berada di dekat Pantai Luwu perahu Sawerigading menghantam ombak hingga terpecah. Pecahan-pecahan perahu Sawerigading terdampar ke tiga tempat di wilayah Kabupaten Bulukumba, yaitu di Kelurahan Ara, Tana Beru, dan Lemo-lemo.
Pecahan-pecahan perahu ini kemudian disatukan lagi oleh masyarakat menjadi sebuah perahu megah yang dinamakan dengan Perahu Pinisi.
Baca juga: Yuk Intip 3 Universitas Negeri Terbaik di Korea Selatan
Ada tiga tahap dalam proses pembuatan perahu pinisi dengan cara tradisional yang dimiliki suku Bugis.
1. Penentuan hari baik dalam pencarian kayu fondasi. Kayu yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan perahu bisa berasal dari empat jenis kayu, yaitu kayu besi, kayu bitti, kayu kandole/punaga, dan kayu jati.
2. Kayu yang digunakan, kemudian dipotong dan dikeringkan terlebih dahulu sebelum akhirnya dirakit. Perakitannya dengan memasang lunas, papan, mendempulnya, dan memasang tiang layar.
Dalam proses perakitan terdapat hal yang unik, yaitu saat pemotongan lunas harus menghadap timur laut. Proses pemotongan kayu harus dilakukan dengan gergaji tanpa henti. Pemotongan kayu memerlukan tenaga seseorang yang cukup kuat. Proses perakitan ini juga memakan waktu hingga berbulan-bulan.
Baca juga: Pakar UM Surabaya: Guru Lakukan Kekerasan Bisa Ganggu Psikologi Siswa