Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UAD Kembangkan Maggot, Solusi Pengurai Sampah Bernilai Ekonomi

Kompas.com - 21/06/2022, 13:04 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Laboratorium Sampah Terpadu Universitas Ahmad Dahlan (UAD) yang berada di Desa Murtigading Kabupaten Bantul DIY turut memberikan pendampingan pada permasalahan sampah.

Selain ada Unit Pengolahan Sampah, laboratorium UAD itu membantu dalam pengembangan maggot. Maggot sebagai salah satu ekosistem pengurai sampah tercepat.

Melansir laman UAD, Senin (20/6/2022), hal itu berawal dari Rudi, salah satu warga dusun tersebut yang membudidayakan maggot karena adanya permasalahan sampah.

Baca juga: Mahasiswa UAD Bagikan Tips Melawan Stres Berat di Semester Akhir

Jadi, maggot menjadi solusi masyarakat Dusun Sanggrahan untuk digunakan sebagai alat untuk mengatasi timbunan sampah rumah tangga yang tak ada habisnya itu.

Selain itu, budidaya maggot ini juga mendapat dukungan serta dampingan dari salah satu dosen Program Studi (Prodi) Manajemen Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Aditya Rechandy Christian, S.M., M.M.

Menurut Staf Lurah Dusun Sanggrahan, Terina, budidaya maggot sebelumnya sudah terlaksana di desanya, tetapi masih dalam skala kecil. Pembudidayaan ini baru berjalan kurang lebih satu tahun.

"Pembudidayaan maggot memang menjadi salah satu bentuk kolaborasi yang dicanangkan oleh Dusun Sanggrahan, Kelurahan Murtigading, dengan UAD dalam pengembangan sarana Laboratorium Sampah Terpadu," ujarnya dikutip dari laman UAD.

"UAD sebagai model kolaborasi sejauh ini sudah melaksanakan perannya, misalnya menyelenggarakan berbagai pelatihan," tambah Terina.

Baca juga: Webinar UAD Beberkan Cara Bangun Bisnis di Era Digital

Sisa-sisa magot untuk pupuk cair

Dijelaskan Rudi, sampah rumah tangga terdapat dua macam, yakni organik dan anorganik. Sampah organik berupa dedaunan yang sangat mudah terurai, sedangkan anorganik menjadi salah satu sampah yang sulit hancur.

Sampah organik dapat diolah dengan komposter, dan sisa sayuran seperti bunga kol (bonggolnya) yang dicacah halus untuk menjadi kompos atau pupuk tanaman.

Sisa dapur ini biasa diolah dengan alat berupa losida (lodong sisa dapur) yang berupa paralon untuk mengurai sisa-sisa sampah atau limbah dapur.

Berkenaan dengan maggot, Rudi mengatakan, agar bisa mengundang lalat BSF, dapat dipancing dengan buah-buahan yang diletakkan di atas ember tumpuk, kemudian lalatnya bertelur, dan diberikan makanan untuk magot sesuai takarannya.

Satu kilogram sampah dapat cepat diurai dengan 3 kilogram magot berdurasi 30 menit dengan perbandingan 3 bulan jika menggunakan komposter.

Baca juga: Kuliah Umum UAD: Ini Strategi Jitu Bisnis Pasar Global lewat Medsos

Hasil penguraian sampah ini menghasilkan lendi (sisa-sisa cairan yang dikeluarkan oleh magot) yang dapat digunakan untuk pupuk cair.

Kemudian, sisa-sisa maggot tersebut diolah menjadi media tanam dan maggotnya difungsikan sebagai makanan lele dan ayam yang dipanen dalam 15–20 hari. Hasil panen maggot memiliki kandungan protein tinggi, yang sangat dibutuhkan untuk hewan-hewan ternak.

Bernilai ekonomi dan kurangi volume sampah

Tak hanya berfokus pada pembudidayaan maggotnya saja, ada pula eco enzyme yang diolah dari sisa-sisa sampah dapur dengan perbandingan 7:3:1 (air, sisa dapur, dan tetes tebu atau gula aren).

"Model ini disebut dengan fermentasi yang dilakukan selama tiga bulan, yang dapat menghasilkan produk berupa sabun, hand sanitizer, dan desinfektan," sambung Rudi.

Tentunya, pengembangan Laboratorium Sampah Terpadu UAD dengan Dusun Sanggrahan dalam pembudidayaan magot tersebut tak hanya bernilai ekonomi tinggi, tetapi juga dapat mengurangi volume sampah yang dihasilkan oleh warga masyarakat di sana.

Dengan adanya maggot ini, ke depannya diharapkan dapat menjadi usaha komersial, integrasi lahan baru, dan fokus pada makanan unggas dan ternak.

Baca juga: Akademisi UAD: Ini Pentingnya PHBS di Masa Pandemi

Meski untuk saat ini, pembudidayaan maggot masih berfokus untuk perikanan, makanan ternak, serta unggas. Sebab, seperti tujuan awal diadakannya program ini, yaitu untuk pengurangan volume sampah pada tingkat padukuhan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com