KOMPAS.com – General Manager Sekolah Citra Kasih (SCK) Boedi Tjusila melihat bahwa ada jarak antara anak dan orangtua sebelum pandemi Covid-19 melanda.
“Ketika masih ada gap (jarak) yang besar, itu cenderung negatif jauh lebih banyak. Orangtua enggak mengerti anak, anak enggak mengerti orangtua,” jelas Boedi pada Kamis (22/10/2020) kepada Kompas.com.
Erik Erikson selaku psikolog perkembangan asal Jerman mengatakan, keterikatan antara orangtua dan anak saat masih berusia muda merupakan faktor terpenting untuk mengembangkan kepercayaan diri dan rasa eksplorasi anak.
Baca juga: Siswa Minta Guru Jangan Membandingkan Nilai
Namun, Erik menemukan saat remaja, ikatan antara anak dan orangtua seringkali melemah.
“Ada penelitian yang menemukan bahwa anak-anak mengatakan, bukan saya (anak) yang meninggalkan orangtua, tapi orangtua saya yang meninggalkan saya karena mereka tidak punya waktu untuk bersama-sama,” tutur Boedi lewat aplikasi Zoom.
Hal itu menyebabkan timbulnya perilaku buruk yang tidak baik pada anak, tetapi orangtua tidak mengetahuinya.
Boedi juga mengungkapkan, banyak penelitian menunjukkan meningkatnya stres hingga mencapai gangguan kecemasan, terutama saat pandemi Covid-19.
Salah satunya adalah laporan dari survei nasional 2020 yang dilakukan oleh McKinsey yang bertajuk “Helping US healthcare stakeholders understand the human side of the COVID-19 crisis: McKinsey Consumer Healthcare Insights”.
Melihat fenomena dan data tersebut, Boedi pun memutuskan untuk menerapkan positive education pada 9 sekolah di bawah naungan Yayasan Citra Berkat.
Positive education merupakan program belajar yang diadopsi oleh Yayasan Citra Berkat dari Finlandia yang menurut World Happiness Report 2020 sebagai negara paling bahagia di dunia.
“Jadi membangun anak-anak tuh ya, kalau mereka (masyarakat Finlandia) hidup sudah disurvei negaranya menjadi bahagia itu karena dari keluarga mereka sudah biasa memuji, itu kan menjaga emotional health (kesehatan emosional),” ucap Boedi.