Biasanya karena orangtua menyepelekan maka tanpa disadari anak mengalami gangguan makan, bahkan hingga usianya dewasa.
Kesulitan makan biasanya dijumpai pada pola anak yang cenderung tidak mau atau menolak untuk mengonsumsi makanan. Jika makan porsi yang dihabiskan tampak lebih sedikit dibandingkan anak-anak lainnya.
Perbedaan gangguan makan dengan anak yang sedang tidak nafsu makan umumnya hanya mempermainkan makanan, sulit mengunyah dan juga membuang makanan ketika dimasukan kemulut atau disuapi. Hal ini bukan dipengaruhi sosial.
Baca juga: Pendidikan Anak Usia Dini, Apa yang Harus Dicermati oleh Orangtua?
ADHD biasa disebut sebagai Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Dalam istilah Indonesia lebih sering disebut GPPH atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas.
Gangguan ini memiliki sifat neurobihavioral dimana anak akan terasa sulit diatur, dan terkesan tidak perduli akan nasihat orang sekitar. Selain itu mereka juga tampak sulit fokus pada suatu hal. Mereka akan menyelesaikan suatu target yang ditujukan atau diharapkan dengan sulit.
Ini terjadi jika adanya perubahan mood yang berlangsung drastis tanpa ada alasan yang sangat kuat. Anak bisa menjadi terlalu gembira akan suatu hal namun bisa menjadi terlalu sedih hingga depresi dan ingin bunuh diri tanpa alasan yang pasti.
Tanda ini membahayakan terutama bagi mereka yang tidak tahu bagaimana pengendalian yang tepat untuk menghindari adanya perubahan mood ekstrim ini. Mereka yang menderita gangguan bipolar biasanya diredakan dengan terapis dan berbagai metode lainnya.
Ini biasa terjadi pada anak usia tanggung hingga masa pubertas usia 20 tahun. Skizofrenia merupakan penyakit mental yang dianggap sudah kronis dimana penyakit ini menyebabkan anak kehilangan kemampuan untuk mengetahui apakah ia sedang mengalami hal nyata atau realitas atau tidak.
Baca juga: Orangtua, Perhatikan 5 Hal Ini Sebelum Anak Masuk PAUD
Mereka juga merasa bahwa dengan hal-hal buruk bisa menyadarkan mereka yang sedang dihadapi adalah dunia nyata.
Gangguan ini terjadi jika sang penderita merasakan sakit yang amat dibagian tubuhnya namun sebenarnya ia tidak menderita apapun. Bahkan jika diperiksakan ke dokter ataupun pengobatan lainnya si pengidap justru sehat-sehat saja.
Hal ini terjadi karena ilusi yang diciptakan oleh mereka sendiri, padahal mereka tidak mengalami gangguan medis.
Ini memang seringkali semakin menjadi ketika dewasa dan menyebabkan banyak anak remaja justru salah kaprah dan menyimpang. Namun gangguan gender dan seksual bisa muncul sejak kecil atau sejak awal anak-anak bersosialisasi.
Hal ini cukup membahayakan dimana ia bisa bertindak diluar batasan baik norma maupun agama dan perkembangan gangguannya akan semakin parah seiring umur bertambah.
Sindrom ini terjadi bagi mereka yang memiliki pribadi sangat emosional hingga orang disektar yang ingin bersosialisasi tampak tidak bisa toleransi dengan pengidapnya.
Umumnya mereka akan mengalami sindrom ini setelah mengalami hal yang tidak diinginkan atau tidak bisa diterima dengan baik seperti perceraian, bencana alam, kematian seseorang dan lainnya.