Mengapa metode hibur penting diterapkan pada pembelajaran Bahasa Indonesia? Alasan pertama, bahasa Indonesia seringkali disepelekan oleh orang lain sehingga menjadi mata pelajaran yang kurang menarik.
Selain materi yang tubian dan metode yang konvensional, juga pengajar yang kurang kreatif menciptakan gaya mengajar yang menarik menjadikan pembelajaran Bahasa Indonesia kurang disukai.
Metode hibur hadir untuk menjawab permasalahan tersebut.
Setiap orang tanpa kecuali menyukai hiburan. Dengan metode hibur, pembelajaran Bahasa Indonesia menjadi pembelajaran menarik.
Alasan kedua, dengan metode hibur tanpa terasa pembelajar sudah belajar secara mandiri dan efektif. Tanpa kita paksa untuk belajar, dengan sendirinya mereka sudah belajar.
Pembelajaran Bahasa Indonesia akan menjadi pembelajaraan yang menyenangkan, santai tapi serius, serius tapi santai, seperti sudah disarikan Gadamer.
Alasan ketiga, proses belajar mengajar yang baik adalah proses yang menempatkan pembelajar sebagai pusat pembelajaran.
Dalam bahasa kurikulum dan pedagogi, hal ini dikenal sebagai student-centered learning (Barr dan Tagg, 1995).
Baca juga: Hardiknas 2020, Chelsea Islan Lakukan Ini demi Siswa Indonesia Timur
Tugas pengajar sebagai motivator dan fasilitator. Melalui metode hibur pembelajar tanpa terasa terlibat aktif, bersemangat belajar, dan menjadi pusat pembelajaran di tengah rangkaian proses belajar mengajar.
Tugas pengajar adalah mengarahkan pembelajar agar tetap berada dalam koridor capaian pembelajaran.
Alasan terakhir, metode hibur penting bagi pembelajaran Bahasa Indonesia karena adanya proses katarsis yang dipahami secara luas sebagai proses penyucian dan penyegaran .
Diibaratkan ketika kita baru saja keluar dari pintu bioskop setelah menonton film, ada kesan yang tertinggal di jiwa kita, ada pesan moral yang dapat mengubah dan menyucikan jiwa kita menjadi sosok yang lebih baik, betapapun sementara sifatnya.
Dengan metode hibur, setelah keluar dari pintu kelas atau tinggalkan forum/ kelas daring, pembelajar akan memiliki pengetahuan dan pengalaman baru yang berkesan tentang penyadaran diri untuk peduli, cinta, dan bangga pada bahasa Indonesia.
Jika mengacu pada buku karya Timothy D. Walker, Teach like Finlandia, pertama, seorang guru yang menggugah dan menggairahkan muridnya haruslah menawarkan pilihan.
Sebelum pembelajaran mandiri (saat belajar di tengah pandemi Covid-19) dimulai, seorang guru/ dosen sebaiknya menawarkan pilihan berupa tugas-tugas yang disesuaikan dengan minat siswa/ mahasiswa.
Jika dihubungkan dengan Program Merdeka Belajar gagasan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, ini merupakan pilihan bebas yang dapat diberikan kepada murid agar sesuai dengan minat dan karakter mereka.
Ingat, tugas guru tidak hanya menjalankan kurikulum, tetapi juga menjadi penghubung antara kurikulum dan minat siswa.
Sebagian pengajar menerapkan metode pengajaran konservatif. Mereka memberikan instruksi step-by-step sehingga mahasiswa bagaikan disuap dengan sendok. Padahal, setiap orang memiliki cara belajar yang berbeda-beda.
Henry Gardner menjelaskan hal tersebut melalui teori multiple intelligences. Sebagian besar orang tidak dapat mengikuti dengan optimal berbagai kecerdasan yang diajarkan di institusi pendidikan (termasuk kemampuan verbal/linguistik dan logika/matematika).
Kedua, membuat rencana bersama siswa. Libatkan siswa kita saat kita merencanakan pembelajaran yang akan dilakukan.
Perencanaan arah dan proses pembelajaran, tidak semata-mata tanggung jawab guru, tetapi juga siswa (dan juga diketahui oleh orang tua). Dengan demikian, melalui perencanaan bersama ini dapat sekaligus menjadi ajang pengembangan potensi atau bakat siswa.
Ketiga, memanfaatkan teknologi. Selama masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ini, beberapa aplikasi mengajar secara daring dapat digunakan seperti Google Classroom, Microsoft Team, dan Zoom Meeting.
Kunci keberhasilan pembelajaran dengan pemanfaatan teknologi ini berada di tangan seorang guru.
Baca juga: Hardiknas 2020, ITB Luncurkan LMS Edunex untuk Dukung Kuliah Daring
Keempat, mendiskusikan nilai. Bagi sebagian guru, memberikan nilai adalah hak “prerogatif”. Padahal, bagi beberapa siswa, nilai berhubungan dengan harga diri. Akan lebih menggembirakan jika nilai dapat didiskusikan antara guru dan siswa.
Ini memberikan kebebasan kepada siswa untuk menentukan pilihannya sendiri berdasarkan minat dan karakter siswa. Melalui diskusi pribadi, kita dapat memberikan dukungan dan pemahaman yang lebih baik bagi tercapainya tujuan pembelajaran.