Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
APTIK - Berbagi Gagasan untuk Bangsa
Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik

Platform Pusat Kajian Pendidikan Tinggi Indonesia Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (Aptik) guna menyebarluaskan gagasan mengenai pendidikan tinggi untuk memajukan pendidikan di Indonesia.

Mengembalikan "Roh Pendidikan" lewat Pedagogi Belajar Daring dari Rumah

Kompas.com - 14/09/2020, 11:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D. | Rektor Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

KOMPAS.com - Sekilas, faktor penentu keberhasilan kegiatan belajar dari rumah adalah ketersediaan dan kualitas sarana belajar untuk menunjang tetap berlangsungnya relasi dan komunikasi antara pengajar dan peserta didik.

Tidak mengherankan bila selama 6 bulan terakhir, wacana berkembang di masyarakat adalah persoalan ketersediaan dan kualitas media belajar digital beserta ikutannya seperti penguasaan media digital, bandwith, biaya, dan keamanan penggunaannya.

Meskipun itu semua penting, tetapi yang terpenting adalah justru keberdayaan pengajar dan sekolah/perguruan tinggi menghidupi paradigma pedagogi pembelajaran daring yang tepat.

Tidak dapat dimungkiri mengelola kegiatan belajar dari rumah jauh lebih rumit dibandingkan dengan pendidikan jarak jauh pada umumnya. Apalagi bila hal itu dibandingkan dengan kegiatan belajar normal di sekolah/perguruan tinggi.

Kerumitan itu sebenarnya muncul dari tiadanya perubahan pandangan atau paradigma pembelajaran yang dianut padahal banyak realitas di rumah sungguh berbeda dengan di sekolah.

Sekarang adalah saat yang tepat untuk menggagas perubahan paradigma pembelajaran ini khususnya bila kegiatan belajar dari rumah masih harus kita jalani sampai akhir tahun.

Siswa sebagai pusat belajar

Semakin tinggi jenjang pendidikan, paradigma pembelajaran yang sebaiknya dipilih demi berkembangnya kemandirian berpikir, belajar, dan hidup generasi muda adalah apa yang sering disebut dengan ‘Student Centered Learning (SCL)’.

Paradigma ini semakin mungkin dihidupi untuk jenjang pendidikan yang semakin tinggi karena kesiapan dan kemandirian peserta didiknya.

Pembelajaran di perguruan tinggi sudah seharusnya memakai paradigma ini terlebih di era sekarang di mana sumber belajar tersedia secara melimpah.

Sayangnya, paradigma SCL yang sudah dipromosikan lebih dari 50 tahun lalu di antaranya oleh Jean Piaget, Carl Rogers, dan Maria Montessori, tidak banyak dipraktekkan di sekolah maupun di perguruan tinggi.

Hal ini sangat kentara ketika semua pihak berteriak ‘berat’ saat kita terpaksa belajar dari rumah untuk menyekat penyebaran virus corona.

Guru dan dosen merasa berat karena kesulitan meneruskan kebiasaan selama ini yakni mengajar alias menerangkan.

Peserta didik juga demikian karena kesulitan menghadapi realitas baru yang tidak bisa lagi bersifat pasif, mendengarkan, dan menerima penjelasan.

Dalam satu kalimat, paradigma SCL meyakini bahwa pembelajaran yang baik terjadi bila peserta didik semakin mandiri dalam belajar.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau