Dalam SCL, pertanyaan utamanya bukan bagaimana guru atau dosen mengajar dengan baik dan efektif tetapi bagaimana merancang kegiatan belajar supaya peserta didik mempunyai pengalaman belajar mandiri yang optimal.
Dengan demikian jelas bahwa orientasinya adalah memastikan bahwa peserta didik belajar dan bukan guru/dosen mengajar dengan baik.
Ketika pengajar akan menerapkan paradigma SCL maka ia harus pertama-tama menyusun RKBM yang artinya bukan Rencana Kegiatan Belajar Mengajar melainkan Rencana Kegiatan Belajar Mandiri untuk peserta didiknya.
Jadi yang disiapkan bukan apa yang akan dikerjakan oleh pengajar tetapi justru apa yang harus dilakukan oleh peserta didik. Tentu ini tidak mudah karena situasi dan kondisi setiap peserta didik berbeda.
Kesulitan ini meningkat manakala kondisi dan kemampuan setiap keluarga berbeda dalam menopang kegiatan belajar dari rumah. Lagipula, keharusan menjaga jarak fisik dan sosial menjadikan setiap peserta didik memiliki keterbatasan dalam menentukan aktifitas yang bisa dilakukan.
Namun, kesulitan tersebut dapat diatasi dengan menerapkan paradigma SCL yang memang menuntut perubahan berbagai hal berikut:
Pertama, pembelajaran yang baik sebaiknya bersifat tidak langsung. Kegiatan belajar mandiri harus dirancang sedemikian rupa mahasiswa menjalani atau mengerjakan sesuatu yang menarik atau menantang tetapi secara tidak langsung akan mempelajari sebuah pengetahuan tertentu.
Sebagai contoh, untuk membantu peserta didik mempelajari konsep dan makna beberapa parameter dalam Statistika Deskriptif, peserta didik bisa diminta mendata berat buku yang ia miliki lalu menentukan rata-rata, simpangan baku, median, modus, dan lain-lain.
Gairah belajar peserta didik akan rendah bila konsep ini disajikan langsung memakai rumus dan contoh, lalu hanya diminta mengerjakan latihan soal.
Kedua, pembelajaran SCL yang baik harus bersifat kontekstual dengan situasi peserta didik. Dalam rencana kegiatan belajar mandiri, dosen harus memberi keleluasaan kepada mahasiswa baik menyangkut obyek yang dikerjakan maupun cara melaporkan hasil pekerjaannya.
Dari contoh di atas, kalau keluarga peserta didik tersebut tidak mempunyai koleksi buku dalam jumlah yang memadai maka buku bisa diganti dengan barang lain seperti baju atau batu yang ada di rumahnya.
Ketiga, pembelajaran SCL menuntut model evaluasi yang sesuai. Salah satu kerumitan dari kegiatan belajar dari rumah adalah mengevaluasi capaian belajar peserta didik memakai model evaluasi pembelajaran normal.
Untuk itu perlu ada perubahan pemakaian model evaluasi hasil belajar dengan tetap mengutamakan otentisitas.
Cara evaluasi paling otentik adalah evaluasi individual lewat wawancara terstruktur. Wawancara dapat dilangsungkan baik secara visual, audio, maupun tekstual tergantung sarana mana yang ada.
Selain wawancara, evaluasi hasil belajar juga dapat dilakukan memakai pendekatan portofolio dari hasil kerja mandiri yang dikumpulkan.