KOMPAS.com - Selain mempersiapkan lulusan yang siap menghadapi Revolusi Industri 4.0, lembaga pendidikan juga ditantang untuk melahirkan sumber daya manusia yang memiliki semangat long life learner, atau pembelajar sepanjang hayat.
Sayangnya, justru banyak ditemui siswa atau mahasiswa tidak memiliki semangat untuk terus belajar karena proses pembelajaran dirasa menjadi beban dan tidak menyenangkan. Terkait hal ini, pendidikan usia dini menjadi kunci dalam menumbuhkan semangat long life learner.
Isu ini menjadi narasi utama yang dibangun dalam webinar pendidikan yang digelar Kipina Worldwide dan Yayasan Akademi Anak Indonesia dengan menghadirkan beberapa pembicara utama, di antaranya: Sudino Lim (Ketua YAAI), Kieran Galvin (Direktur Pelaksana Kipina), dan Jeannine Laubner (Direktur Akademik Kipina Global).
"Untuk merubah mindset anak harus mulai harus dimulai dari pendidikan dasar, dan pendidikan dasar dimulai dari pendidikan anak usia dini," ungkap Sudino Lim yang juga merupakan dewan Asosiasi International IB Schools.
Baca juga: Merdeka Belajar di PAUD adalah Merdeka Bermain
Kipina sendiri merupakan lembaga pendidikan anak usia dini yang menggunakan pendekatan kurikulum Finlandia berdasarkan National Core Curriculum for Early Childhood Education and Care dan berencana melebarkan sayapnya di Indonesia tahun 2021.
Kieran Galvin dalam pengalaman internasionalnya mendapati banyak menemukan kurangnya motivasi belajar di kalangan mahasiswa. "Mereka seolah tidak memiliki semangat dan kegembiraan dalam mengikuti proses belajar," ungkap Kieran pencetus konsep Kipina.
"Saya akhirnya menyadari bahwa kita hanya bisa memperbaiki masalah ini ketika mereka masih di usia dini. Meski kita memperbaiki di pendidikan dasar, kita akan terlambat menanamkan semangat manusia pembelajar ini. Pertumbuhan otak manusia 90 persen terbentuk sebelum usia 5 tahun," jelas Kieren.
Lebih jauh Kieran menjelaskan, di Finlandia pendidikan anak usia dini tidak difokuskan pada proses akademik tetapi lebih kepada mengoptimalkan tumbuh kembang otak anak.
Dalam kesempatan sama, Jeannine Laubner menjelaskan konsep pembelajaran yang menyenangkan menjadi perhatian khusus pendidikan di Finlandia. "Rasa senang belajar pada anak akan menghadirkan kualitas terbaik dan masa belajar yang menyenangkan," jelas Jeannine.
Penulis "Millennials Guide to Early Childhood Education" juga menyampaikan, anak usia dini tidak hanya ditekankan kemampuan membaca dan menulis, namun juga dalam bidang lain seperti komunikasi, pengembangan interpersonal, kemampuan sosial, kesehatan fisik hingga kognitif numerasi, berpikir kreatif, kritis dan memecahkan masalah.
Keberhasilan Finlandia, kutip Jeannice, tidak hanya dalam segi pendidikan saja, namun juga kesehatan mental yang menempatkan Finlandia sebagai negara dengan penduduk paling bahagia di dunia.
Kesehatan dan perkembangan mental menjadi bagian penting dalam pendidikan anak usia dini di Finlandia.
Baca juga: Bentuk Kolaborasi Guru dan Orangtua Finlandia Demi Pendidikan Terbaik
Kipina, taman kanak-kanak internasional yang berkembang pesat dengan kekayaan kurikulum Finlandia, melalui Yayasan Akademi Anak Indonesia (YAAI) berencana akan membangun lebih dari 10 cabang di seluruh Indonesia dalam kurun waktu 4 tahun kedepan.
Tahun 2021, Kipina akan mulai beropereasi di wilayah Gading Serpong, Tangerang. "Meski mengusung kurikulum Finlandia, Kipina Indonesia akan melakukan sejumlah adaptasi dengan memperhatikan kearifan lokal, agar siswa dapat beradaptasi dengan sekolah lanjutan di Indonesia," jelas Sudino Lim.