Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemilik 22 Paten, Dosen Undip Teliti Jahe Jadi Obat Antikanker

Kompas.com - 31/12/2021, 14:55 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Inovasi dan gagasan para sivitas akademika bisa membawa Indonesia menjadi negara maju.

Bahkan inovasi maupun gagasan yang diberikan sivitas akademika bisa menjadi solusi permasalahan yang dihadapi masyarakat.

Seperti yang dilakukan Dosen Vokasi Universitas Dipoengoro (Undip) Mohamad Endy Yulianto. Dia dan tim saat ini tengah mengembangkan nano shogaol jahe sebagai ramuan antikanker.

Bahkan Endy Yulianto hingga akhir 2021 ini sudah menghasilkan 22 paten. Hak kekayaan intelekrtual yang dimiliki peraih penghargaan Dosen Pemilik Paten Granted Tahun 2021 Terbanyak di Undip ini terdiri dari 3 hak kekayaan intelektualnya berstatus paten biasa, 18 paten sederhana dan 1 hak cipta.

Baca juga: PT Petrosea Buka Lowongan Kerja bagi Lulusan SMK, D4/S1, Cek Infonya

Teliti jahe jadi obat antikanker

Bidang kajian dan inovasi yang dihasilkan lulusan Teknik Kimia Undip tahun 1998 dan Magister Teknik Kimia ITB tahun 2003 adalah bidang proses kimia sesuai dengan pendidikannya.

Endy mengawali karya inovasinya pada tahun 2015. Ide gagasannya berupa Super Teh Hijau Kompetitif melalui Proses Inaktivasi Enzimatis dengan menggunakan Mechanically Dispersed-Rotary Steamer mendapatkan Paten Sederhana dengan nomer registrasi No. ES09201500066.

Tak hanya berhenti disitu, Endy terus berkarya dan menghasilkan inovasi bermanfaat lainnya. Tahun 2020 dia berhasil meriah 9 paten. Dan di tahun 2021, 7 paten lagi berhasil diraihnya.

"Saat ini saya dan tim sedang mengembangkan penelitian yang berfokus pada penanganan penyakit kanker. Kajiannya diberi tema 'Pengembangan Produk Nano Shogaol Jahe sebagai Antikanker melalui Teknik Fotoekstraksi-UV dengan Air Subkritis'," ungkap Endy seperti dikutip dari laman Undip, Kamis (30/12/2021).

Baca juga: Siswa, Ini Lho 3 Suku Asli Indonesia Bermata Biru Seperti Bule

Prihatin mahalnya biaya kemoterapi penderita kanker

Penelitian ini didorong atas keprihatinannya terhadap mahalnya biaya kemoterapi yang harus ditanggung penderita kanker di Indonesia.

Selain mahal, bahan baku yang dipakai pada proses penanganan pasien kanker 90 persen masih harus diimpor.

"Pengalaman adik kandung saya sendiri, saat melakukan kemoterapi dalam sebulan bisa mengeluarkan uang antara Rp 30 juta hingga Rp 60 juta. Padahal biaya itu sudah ada diskon," imbuh Endy.

Dia menambahkan, dengan taksiran tarif tersebut, bisa dibayangkan jika masyarakat yang secara finansial kurang mencukupi dan harus membeli obat tersebut. Tentu hal ini sangat memberatkan masyarakat.

"Dari pengalaman itulah, saya mencoba mengupayakan memanfaatkan hasil alam di Indonesia yang sangat kaya manfaatnya salah satunya adalah tanaman jahe," papar Endy.

Dari pemikiran tersebut, lanjut Endy, dia bersama tim melakukan pengembangan shogaol jahe melalui senyawa biokatif sebagai obat herbal untuk kemoterapi bagi para penderita kanker.

Menurut dia, produksi nano shogaol jahe merupakan salah satu upaya peningkatan kemandirian bangsa dalam pemenuhan obat dan bahan baku obat yang berdaya saing tinggi.

Baca juga: SKB 4 Menteri Terbaru, Januari 2022 Satuan Pendidikan Wajib Gelar PTM

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau