KOMPAS.com - Selalu memiliki prestasi gemilang di bidang akademik saat sekolah tak menjamin kesuksesan di masa yang akan datang.
Seperti yang dialami Bagus Muljadi. Semasa kuliah dia selalu mendapat angka merah di rapornya. Tak hanya itu, saat mengenyam pendidikan di perguruan tinggi pun IPK yang diraih standar di angka 2,69.
Namun seiring berjalannya waktu, Bagus bisa membuktikan kemampuan dirinya dan berhasil menjadi asisten profesor di University of Nottingham, Inggris. Perjalanan hidup Bagus ini juga membuktikan bahwa perjuangan dan proses tidak akan mengkhianati hasil.
Merangkum dari salah satu platform edukasi di Instagram @campuspedia, Senin (20/9/2021), menceritakan perjalanan pendidikan Bagus Muljadi hingga saat ini bisa menjadi asisten profesor di University of Nottingham.
Baca juga: Dosen FK Unair Beberkan Penyebab Long Covid-19 dan Upaya Pencegahannya
Semasa SMA, Bagus merupakan anggota dari sebuah grup band dan sering mengikuti lomba baca puisi.
Bagus menerangkan, kalau teman-temannya semasa SD hingga SMA pasti tahu bahwa dia langganan dipanggil ke ruangan guru karena nilai rapornya yang sering merah alias di bawah standar.
Bagus mengaku, dia bukannya anak jenius yang jago Matematika. Dia lebih suka menggambar dan sempat diterima di jurusan Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan (Unpar).
Namun karena alasan ekonomi, Bagus memutuskan tidak mengambil kesempatan itu dan memilih seleksi UMPTN di Institut Teknologi Bandung (ITB) kala itu.
Tidak disangka, Bagus justru lolos UMPTN di ITB dengan jurusan Teknik Mesin. Dia mengaku tak terlalu pintar dan bisa lolos karena faktor keberuntungan saja.
Baca juga: 3 Universitas Berkualitas dan Terjangkau di Singapura
Meski sudah diterima di ITB, Bagus justru sering membolos.
Beban perkuliahan yang padat dan berat di jurusan Teknik Mesin ITB membuat Bagus harus mengejar ketertinggalan melalui semester pendek.
Bagus pun harus menerima akibatnya dan terpaksa lulus satu tahun lebih lambat dari semestinya dengan IPK 2,69.
Bagus menyadari kualifikasi perusahaan untuk menerima lulusan baru atau fresh graduate sangat tinggi. Bagus pun tak bisa mengandalkan nilai IPK-nya yang standar.
Bagus berasal dari keluarga sederhana dan ayahnya sempat bekerja di Taiwan menjadi blue collar worker untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Bagus kemudian memutuskan mencoba kuliah di National Taiwan University.
Bagus kemudian melanjutkan pendidikan S2 dan S3 di Taiwan dengan mengambil jurusan Mekanika Terapan tanpa beasiswa.