Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Niknik M. Kuntarto
Dosen UMN. Ahli linguistik forensik.

Dr. Niknik M. Kuntarto, M.Hum, selain Dosen UMN, juga aktif sebagai ahli linguistik forensik dan pegiat bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA) di bawah Yayasan Kampung Bahasa Bloombank Indonesia.

Hari Kebangkitan Nasional: Mana Tanahmu? Mana Airmu?

Kompas.com - 20/05/2020, 16:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

Ketika memahami sebuah teks, baik tulis maupun lisan, sebaiknya kita mengetahui struktur kalimat dengan benar sehingga dapat memaknainya dengan tepat.

Berdasarkan pendekatan struktural (formalis), wacana diartikan sebagai suatu unit bahasa di atas kalimat atau beberapa kalimat yang memiliki hubungan dan struktur bahasa baik secara kohesi maupun koherensi.

Pengertian kedua berdasarkan pendekatan fungsionalis, wacana diartikan penggunaan bahasa yang melihat struktur tuturan (tindakan dan peristiwa) sebagai cara bertutur yang memiliki makna dalam konteks.

Ketika membaca sebuah teks, baik tulis maupun lisan, sebaiknya kita juga harus mengetahui konteksnya.

Teks mana pun akan selalu saling berkaitan dengan konteks. Berdasarkan teori membaca dari Gleason dan Ratner juga Tarigan dan Vismaya, membaca sebuah tulisan merupakan suatu kegiatan memberikan reaksi.

Dalam membaca seseorang terlebih dahulu mengamati huruf demi huruf, kata demi kata, dan kalimat demi kalimat sebagai representasi bunyi ujar.

Kemudan, setelah memberikan reaksi, terjadilah tahap rekognisi, yakni pengenalan bentuk dalam kaitannya dengan makna sebuah tulisan dimulai dari keterkaitan antara kalimat yang satu dengan yang lain, kesatuan paragraf demi paragraf, keutuhan pola pikir dari deduktif menjadi induktif, atau sebaliknya untuk mendapatkan pemahaman yang menyeluruh.

Berdasarkan pemahaman tersebut, kegiatan membaca harusnya dipandang sebagai kegiatan reaksi dan rekognisi. Ini berarti kegiatan membaca buku tidak hanya berfokus pada beberapa kalimat, tetapi harus secara menyeluruh.

Kekritisan pada tulisan

Oleh karena itu, Tarigan mengemukakan bahwa keterampilan yang bersifat mechanical skills dianggap berada pada urutan yang paling rendah.

Aspek tersebut hanya pemahaman terhadap bentuk huruf dan pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem atau grafem, kata, frasa, pola klausa dan kalimat).

Berdasarkan teori tersebut, pemahaman yang hanya berfokus pada beberapa kalimat seperti yang dikutip berikut ini bukanlah cara membaca yang baik. Dibutuhkan kecermatan dan kekritisan terhadap tulisan.

Semua harus dipahami secara menyeluruh. Menurut Tarigan, keterampilan membaca yang baik adalah yang bersifat pemahaman (comprehension skils) dan keterampilan seperti ini dapat dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi.

Aspek ini meliputi pengertian leksikal, gramatikal, dan retorikal. Selain itu, pembaca yang kritis akan berusaha memahami signifikasi atau makna, antara lain maksud dan tujuan pengarang, relevansi atau keadaan, dan evalusi atau penilaian.

Contoh pada kasus bahasa kedua (penggunaan kata ‘mudik’ dan ‘pulang kampung’ dan ketiga (penggunaan nama ‘nasi anjing’).

Kita harus memaknai kata atau frasa secara menyeluruh. Diperlukan pemahaman bahasa secaa retorikal, tidak hanya secara leksikal, tetapi juga secara pragmatis.

Kecermatan mencerna tulisan

Dalam pendekatan struktural sebagai cara menganalisis wacana juga mengaji unsur utama wacana berupa hubungan antarkata, frasa, klausa, dan kalimat sehingga diperoleh makna secara langsung (implisit) dari sebuah teks atau yang sering disebut kohesi, tetapi belum pada makna yang sebenarnya atau koherensi.

Kepaduan makna (koherensi) dan kerapian bentuk (kohesi) merupakan faktor penting dalam menentukan tingkat keterbacaan dan keterpahaman wacana.

Oleh karena itu, perlu memahami konsep kohesi dan koherensi yang lebih mendalam. Berdasarkan teori tersebut, pemahaman yang hanya berfokus pada beberapa kalimat seperti yang dikutip berikut ini bukanlah cara membaca yang baik.

Rangkaian kata dapat dikatakan sebagai kalimat jika mengandung minimal dua unsur gramatikal yakni subjek dan predikat.

Jika kita hanya membaca klausa tersebut di atas tanpa mengetahui klausa sebelumnya atau sesudahnya, atau kalimat-kalimat sebelum atau sesudahnya, atau tanpa mengetahui konteksnya. Di sini dibutuhkan kecermatan dan kekritisan dalam mencerna tulisan tersebut.

Di sini juga dibutuhkan analisis bahasa melalui kohesi dan koherensi.

Contoh pada kasus bahasa pertama, diperlukan pemahaman pada penggunaan kata ‘agar’ pada kalimat berklausa “Orang kaya harus melindungi orang miskin agar dapat hidup wajar. Orang miskin harus melindungi orang kaya agar tidak menularkan penyakitnya.”

Masalah bahasa, masalah nasionalisme

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com