“Ci adalah bagian awal, ketika orang dewasa atau pencerita memperkenalkan wajah (atau tokoh) pada anak (pembaca). Luk adalah bagian tengah, ketika wajah itu ditutup dan terjadi dua kemunginan: apakah wajah itu akan kembali atau tidak. Ba adalah bagian ketika penyelesaian dari tegangan itu diberikan,” jelasnya.
Proses menulis kreatif itu menurut Ayu Utami seperti menjalani kehidupan. Ada naik turunnya, ada ketegangannya, dan disadari atau tidak kita selama ini melewati fase-fase kehidupan dengan intuisi.
“Menulis dengan intuisi ini cocok untuk menulis sebagai sarana menemukan dan mengaktualisasikan diri yang otentik,” terang Ayu dalam buku "Menulis Kreatif dan Berpikir Filosofis".
Baca juga: Pangan Lokal, Jalan Keluar dari Jebakan Krisis Pangan
Untuk menemukan diri yang otentik, selain seni menulis, dibutuhkan renungan filosofis. Dalam hal ini, Ayu mengajak Yulius Tandyanto, pustakawan dan pengajar di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, untuk menjelaskan.
Mengingat cerita yang kita tulis pasti ada tokohnya, dan ketokohan itu pasti punya pergulatan batin khas manusia, Yulius menyederhanakan empat kajian besar dalam filsafat guna menggali bobot filosofis dalam cerita yang akan kita tulis.
Empat kajian besar itu terdiri dari, filsafat manusia, metafisika atau kosmologi, epistemologi, dan etika. Agar sepadan dengan 4T menulis kreatif ala Ayu Utami, Yulius juga mengusung 4T sebagai rumusan sederhana memahami empat kajian filsafat tersebut, yakni Tanya, Tanya, Tanya, dan Tanya.
Empat tanya yang dimaksud, ialah “Siapa aku?”, “Apa sih dunia itu?, “Kok aku bisa tahu sesuatu?”, dan “Apa yang harus saya lakukan dalam hidup ini?”
Dalam kajian filsafat manusia, Yulius mengajak kita menelusuri pertentangan pendapat tentang hubungan jiwa dan tubuh.
Ada lima pemikir terkemuka yang menurut dia mewakili perkembangan perdebatan tersebut, yakni Platon (5–4 SM), Rene Descartes (1596-1650), Jean-Jacques Rousseau (1712-1778), Ludwig Feuerbach (1804-1872), dan Sigmund Freud (1856-1939).
Dari pemaparan tersebut, nantinya pembaca akan dilatih untuk memasukkan renungan manusia ke tokoh dalam cerita yang dibuat.
Seterusnya dalam kajian tentang metafisika, epistemologi, dan etika, Yulius akan memilahkan beberapa tokoh filsafat yang buah pemikirannya paling berpengaruh terkait kajian tersebut.
Kemudian peserta bisa mencoba memasukkan hasil renungan filosofis mereka ke dalam cerita, seperti menambah bobot penokohannya, menyelipkan renungan tentang latar atau dunianya, memperdalam dialog dan percakapan batin para tokoh dalam cerita, dan membangun pilihan dilematis bagi tokoh untuk sampai ke penyelesaian konflik atau masalah, yang sekaligus mengakhiri cerita.
Selain asyik dibaca secara mandiri, buku "Menulis Kreatif dan Berpikir Filosofis" ini juga menjadi modul pendamping untuk Kelas Sastra dan Filsafat untuk Pemula.
Kelas dipandu kedua penulis, yakni Ayu Utami dan Yulius Tandyanto. Kegiatan belajar-mengajar berlangsung selama empat pekan, yaitu tanggal 9, 16, 23, dan 30 Agustus 2020.
Baca juga: Hardiknas, Pandemi Corona, dan Belajar dari Pendidikan Finlandia
Pertemuan terbagi menjadi dua jenis: tatap muka dan daring. Pertemuan tatap muka di Serambi Utan Kayu, Komunitas Utan Kayu, Jakarta Timur. Pada waktu bersamaan, peserta daring mengakses kelas melalui Zoom.
Merasa ketinggalan info soal Kelas Sastra dan Filsafat untuk Pemula ini? Jangan khawatir kamu bisa, lo, belajar sendri di rumah dengan mengikuti panduan latihan menulis yang berbobot dari Ayu Utami dan Yulius Tandyanto melalui buku Menulis Kreatif dan Berpikir Filosofis.
Belajar yang disiplin kalau mau hasilnya bagus. Buku "Menulis Kreatif dan Berpikir Filosofis" dapat Anda temukan di toko buku Gramedia terdekat, Gramedia.com melalui tautan https://www.gramedia.com/products/menulis-kreatif-dan-berpikir-filosofis
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.